Ketika lagi ngobrol tentang pesawat tempur salah satu teman saya tanya mengenai masa depan pesawat baling baling. "Bagaimana masa depan pesawat baling baling dalam dunia militer mengingat sekarang era jet canggih ya?". Pertanyaan tersebut saya jawab tentu saja pesawat baling baling akan tetap eksis karena dalam keadaan damai dan tidak ada perang antar antar negara, penggunaan pesawat tempur berubah dari supermasi udara menjadi bantuan terhadap pasukan darat, anti gerilyawan, patroli area, gunship dll. Nah, mumpung bahas pesawat tempur turboprop maka saya akan bahas pesawat turboprop EMB 314 Super Tucano buatan Brazil, pesawat ini memang menjadi jawaban yang tepat. Penggunaan turboprop membuat perawatan dan biaya operasional menjadi lebih murah. Dengan persenjataan, dan sistem avionik yang tak kalah modern, serta harga jual yang jauh lebih murah tentu menjadi keunggulan tersendiri.
EMB-314 Super Tucano sejatinya merupakan pesawat latih lanjut yang berkemampuan COIN (Counter Insurgency) atau pesawat anti perang gerilya. Indonesia saat ini termasuk pengguna Super Tucano ini. Indonesia membeli 16 Super Tucano, satu diantaranya kecelakaan. Saat itu pesawat jatuh di Jalan LA. Sucipto Gang 12, Kelurahan Blimbing, Kota Malang. Pesawat jatuh di area permukiman padat pukul 10.00 WIB, pada Rabu 10/2/2016 atau 4 tahun lalu. Saat ini, pesawat Super Tucano ini bermarkas di Lanud Abdul Rachman Saleh. Armada baru ini bertugas menggantikan pesawat OV-10F Bronco yang kini telah di grounded karena usianya yang tua.
EMB-314 Super Tucano terdiri dari dua versi, tipe A-29ALX (kursi tunggal) dan AT-29B (kursi ganda). Khusus versi kursi ganda juga dapat digunakan sebagai elemen pesawat latih lanjut, dan versi inilah yang dimiliki oleh TNI AU. Mengutip Indomiliter.com, EMB-314 Super Tucano merupakan hasil pengembangan pesawat latih EMB-312 Tucano yang dirilis pertama kali oleh Embraer pada tahun 1983. EMB-314 Super Tucano sendiri baru diluncurkan pada tahun 1992.
Jika kita melihat penampilan pesawat Super Tucano milik TNI AU, bakal teringat pesawat legenda milik TNI AU si ”cocor merah” alias Mustang P-51. Tucano, yang dalam bahasa Portugis berarti burung tukan ini memang dibuat untuk serang darat dan menumpas pemberontakan. Di negara asalnya, Brazil, Super Tucano lahir untuk proyek pengawasan penerbangan dan perlintasan ilegal di wilayah perbatasan di belantara hutan Amazon. Embraer, pabrikan Super Tucano, mendesain cocok dengan iklim tropis serta mampu terbang di segala kondisi cuaca, baik malam maupun siang.
Sejak lahir, pesawat EMB 314 Super Tucano memang dirancang sebagai pesawat serbu ringan turboprop. Salah satu keunggulan dari pesawat ini adalah memiliki stall speed yang rendah (sekitar 92 mph). Ini sangat berguna dalam Close-air supports. Sebagai pembanding, pesawat (selain helikopter) yang lazim digunakan sebagai close air support adalah A-10 Thunderbolt hanya memiliki stall speed sekitar 138 mph. Maka tak heran bila sering kita dengar Super Tucano disebut sebut akan menggantikan A10- Thunderbolt. Pesawat baling-baling ini berkapasitas bahan bakar 695 liter dengan daya jelajah sejauh 4.820 kilometer selama 6,5 jam nonstop. Sebagai pesawat kecil yang lincah, Super Tucano mampu terbang rendah dengan kecepatan rendah alias lo & lo mission.
Tanah lapang tak beraspal pun bisa didarati pesawat ini. Mesin EMB-314 Super Tucano berlabel PT6A-68A Turboprop Pratt & Whitney, produk United Technologies, Amerika Serikat. Sebagai pesawat tempur taktis antigerilya, pesawat ini dilengkapi teknologi night vision goggle (NVG) buatan Israel yang membantu pilot untuk terbang malam hari. Meski kecil, Super Tucano bisa membawa lima jenis bom atau peluru kendali berbeda sekaligus dengan total beban 1.500 kilogram. Belum termasuk dua senapan mesin 12,7 milimeter yang ada di sayapnya, yang bisa memuntahkan 1.100 peluru per menit. Dibawah ini saya sertakan video pesawat Super Tucano menembakkan misil.
Mengemban tugas yang multi role, dengan penekanan pada serangan ke permukaan, menuntut pesawat bermesin Pratt & Whitney Canada PT6A-68C Turbo Propeller ini harus punya kemampuan manuver yang lincah. Dari parameter gravitasi, EMB-314 Super Tucano sanggup menahan gaya gravitasi maksimum hingga +7g dan -3.5g. Sebagai perbandingan, jet tempur F-16 dan Sukhoi Su-27/Su-30 milik TNI-AU sanggup bermanuver hingga 9g. Semakin besar gaya g (gravitasi) menandakan tingkat manuver pesawat yang bersangkutan cukup tinggi, dan sangat ideal untuk bertarung secara dog fight. Level 7g di EMB-314 Super Tucano sebanding dengan F-5E Tiger, terbilang cukup lincah dan memberikan tingkat survivability cukup tinggi. Silahkan lihat video pesawat Super Tucano dibawah ini.
Menyadari kodratnya untuk membabat sasaran di darat dalam jarak dekat, EMB-314 Super Tucano tentunya memerlukan perlindungan ekstra. Pesawat ini dibekali sistem perlindungan proteksi untuk kabin awaknya. Kabin pilot dilindungi bahan baja kevlar pada sekeliling kokpit. Untuk keselamatan, pilot dilengkapi kursi lontar Martin Baker dengan pola zero-zero. Sistem buka tutup kanopi dapat diaktifkan secara elektrik. Soal kekuatan kaca kokpit, mampu menahan benturan burung pada kecepatan 300 knot. Elemen perlindungan ‘lebih’ pada ruang kokpit memang wajar untuk pesawat dengan misi COIN. Pasalnya, pesawat dengan ketinggian terbang rendah dan kecepatan terbatas, kerap bodi pesawat harus siap dalam menerima timah panas yang ditembakkan lawan di darat.
Nah, dari uraian diatas sudah paham kan kalau pesawat baling baling turboprop akan tetap digunakan militer. Kita sekarang mengerti pesawat jet lebih ditujukan untuk perang terbuka sedangkan pesawat turboprop sebagai “air support”. Sementara itu, untuk perang irreguler atau gerilya, pesawat turboprop sangat diandalkan untuk menghancurkan soft target dengan bekerja sama dengan pasukan darat.
Next
« Prev Post Previous
Next Post »
« Prev Post Previous
Next Post »
Note: Only a member of this blog may post a comment.