Setelah kesulitan membeli pesawat tempur Sukhoi Su-35 (kode NATO: Flanker-E) karena terkendala sanksi dari negara adidaya, Indonesia dikabarkan tertarik membeli jet tempur buatan Perancis Dassault Rafale. Kabar ini muncul setelah surat kabar mingguan Perancis, La Tribune, memberitakan usai Menteri Pertahanan Prabowo Subianto melakukan lawatan ke Paris dengan judul Et si l'Indonésie s'offrait des Rafale et des sous-marins Scorpène ? Nah, melalui tulisan ini, blog widodogroho.com mencoba membandingkan antara Sukhoi Su-35 vs Dassault Rafale. Dari sisi harga memang Dassault Rafale jauh lebih mahal dibanding Sukhoi Su-35, namun perawatan Sukhoi Su-35 juga lebih mahal dan sulit dari Dassault Rafale. Menurut data AirCraftCompare.com, harga Rafale sekitar US$ 115 juta. Sementara, Sukhoi Su-35 sekitar US$ 65 juta. Bagaimana dengan fitur dan kecanggihan dua jet tempur tersebut?
Rafale Vs Su-35 |
Dassault Rafale vs Sukhoi Su-35
Sekarang kita bahas Dassault Rafale terlebih dahulu, Rafale yang dikabarkan dilirik oleh Prabowo merupakan tipe tercanggih dari Dassault Aviation. Pabrik pembuatnya mengklaim pesawat ini merupakan satu-satunya jet tempur buatan Eropa yang memakai sensor radar elektronik. Sistem radar ini dikembangkan oleh Thales dengan nama RBE2 dan dapat mendeteksi ancaman lebih cepat dan melacak beberapa target sekaligus. Rafale juga memiliki sistem front sensor optronics atau FSO yang terintegrasi penuh dalam pesawat. Sistem ini membuat pesawat dapat melacak target di udara, air, dan darat dengan laser beresolusi tinggi.
Selain itu, Rafale juga memiliki berbagai fungsi atau omnirole. Ia bisa dipakai untuk pertahanan udara, mengawasi musuh tanpa terdeteksi, membidik sasaran dari jarak yang dinamis, dan melakukan serangan udara dengan presisi. Pesawat juga bisa dipakai anti-serangan rudal kapal perang. Ketika mengalami kondisi habis bahan bakar, Rafale bisa mengisi bahan bakar di udara dengan meminta bantuan dari pesawat jet lainnya. Kemampuan buddy-buddy refueling ini lebih efisien karena tidak memerlukan kapal induk atau mendarat terlebih dulu untuk mengisi bahan bakar.
Rafale berfiturkan sayap delta dipadukan dengan kanard aktif terintegrasi (dekat-berpasangan) untuk memaksimalkan kemampuan manuver (+9 g atau -3 g) sambil memelihara kestabilan terbang, nilai maksimum 11 g dapat diraih dalam keadaan darurat. Kanard juga mengurangi laju pendaratan hingga 115 knot. Menurut sumber internal (Les essais en vol du Rafale) batas laju terendah adalah 100 kt tetapi 80 kt kadang-kadang diperagakan pada pameran dirgantara oleh pilot untuk mengungkapkan mutu laju rendah pesawat ini. "Batas minimum 15 kt dapat dicapai pada saat simulasi tempur melawan Mirage 2000 oleh seorang pilot agresif." Pesawat ini dapat dioperasikan dari landas pacu sepanjang 400 meter.
Dassault Rafale |
Menurut situs Aviatia, Rafale diperlengkapi dengan sistem pertahanan elektronik terintegrasi yang disebut Spectra yang menyediakan teknologi siluman virtual berbasis perangkat-lunak. Sensor terpenting yang dimiliki adalah radar RBE2 Passive Electronically Scanned Array buatan Thales Group. Thales mengaku sebagai pihak yang pertama mencapai tingkat kesadaran situasional melalui deteksi dini dan pelacakan multi-sasaran udara untuk pertempuran jarak dekat dan pencegatan berjelajah-jauh, juga penciptaan seketika peta lapangan tiga-dimensi di hadapan dan penciptaan seketika peta daratan beresolusi tinggi untuk navigasi dan penentuan sasaran.
Bagaimana dengan Sukhoi Su-35? Pesawat Sukhoi Su-35 adalah versi perbaikan dari Sukhoi Su-27, dan pada mulanya didesain sebagai Su-27M. Pengembangan Su-27M bermula pada awal dasawarsa 1980-an. Meskipun lebih murah dibanding Rafale, namun pesawat buatan Rusia juga tak kalah canggih. Jet tempur ini bersaing dengan F-22 buatan Amerika Serikat. Su-35 bisa membawa 12 peluru kendali, sementara F-22 hanya delapan. Manuvernya tak kalah dengan F-22, bahkan bisa terbang dalam jarak lebih jauh.
Sukhoi Su-35 |
Dalam masalah jelajah ini, situs MilitaryWatchMagazine.com pun mempertanyakan rencana pemerintah Indonesia membeli Rafale dengan artikel berjudul A Very Bad Choice for Indonesia? Jakarta Considering French Rafale Fighters for Air Force Modernisation. Dalam analisisnya, Rafale jauh lebih mahal ketimbang Su-35. Selain itu, kemampuan terbangnya lebih lamban ketimbang pesawat tempur yang sudah dimiliki Indonesia saat ini. Menurut Military Watch Magazine, Rafale kemungkinan besar tidak memiliki stamina setara Su-35 ataupun Su-30 untuk patroli jarak jauh.
Jika kita bicara fitur, Sukhoi hanya unggul di payload dan jarak jelajah saja, namun Rafale kan bisa diatasin pakai air refuel. Rafale unggul radar, sensor, BVR capability, apalagi pensil pensilnya Rafale lebih baik. Sebenarnya, radar F-16 Viper pun lebih baik daripada SU series karena SU series masih pakai PESA. Disini Rafale lebih unggul, meskipun Sukhoi jarak jelajahnya lebih jauh tapi masih pakai PESA yang kalah kemampuannya sama AESA Radar milik Rafale. Apalagi standar NATO Flying hoursnya diatas 10 ribu sedangkan SU cuma 8 ribu.
Komparasi Rafale vs Su-35 |
Jadi diluar kemampuan dogfight, jika merujuk model perang jaman sekarang yang sudah mulai ganas ganasan sensor dan misil ya Rafale lebih unggul. Rafale juga lebih murah dalam perawatan karena Sukhoi gak bisa di servis di sini, jadi kalau mau maintenance ya harus dibawa ke Rusia.
Eh iya sebenarnya sih selain Rafale ada SAAB Gripen yang patut dilirik juga ya, SAAB kan bisa TOT juga. SAAB GRIPEN juga mudah bila mengalami masalah mesin karena seragam pakai GE F414 LBH. Dengan begitu mudah buat perawatan dan pengadaan spare partsnya kan?
Next
« Prev Post Previous
Next Post »
« Prev Post Previous
Next Post »
Note: Only a member of this blog may post a comment.