Sudah kita ketahui bersama, Kalimantan adalah kawasan yang paling aman dari gempa. Namun sebenernya tidak seratus persen aman seperti yang pernah almarhum Pakdhe Rovicky ceritakan di dalam Dongeng Geologi. Sebagai bukti, pada Kamis, 3 Mei 2018 kawasan Tabalong dan sekitarnya mengalami gempa bumi dengan Magnitudo 4,5 SR. Episenter gempa berada pada koordinat 1.96 LS dan 115.83 BT, atau tepatnya berlokasi di darat pada jarak 29 km arah barat daya Paser, Kalimantan Timur pada kedalaman 10 km.
Sebenarnya tidak salah bila menyebutkan Kalimantan itu “relatif” aman dari gempa. Namun jelas tidak ada lokasi di dunia ini yang benar-benar bebas dari gempa. Hampir semua batuan dasar di bumi ini pernah mengalami tekanan (stress) dan masih menyimpan tenaga (strain). Maka tidak ada lokasi di dunia yang bisa dibilang benar-benar bebas gempa. Apalagi di Kalimantan ada beberapa sesar aktif yakni sesar Meratus, Tarakan, Mangkalihat. Ada juga sesar yang panjang yang memanjang dari utara dan selatan, yakni sesar Adang. Tapi menurut BMKG, sesar Adang adalah sesar purba. Sesar Tarakan di utara, melintas di dekat kota Tarakan. Sesar Mangkalihat di tengah melewati 'hidung' Kalimantan & masih bersambungan dengan sesar Palu-Koro nan legendaris di Sulawesi Tengah. Lalu sesar Meratus di selatan, di Pegunungan Meratus dekat Banjarmasin.
Kita bisa melihat data yang dirilis oleh National Geographic dan ESRI yang dipublikasikan pada laman earthquaketrack.com, dalam kurun waktu 10 tahun terakhir, 27 gempa berkekuatan 4-5 SR terjadi di Kawasan Kalimantan, terutama di Kota Tarakan, Bontang dan Balikpapan. Dalam dongeng Geologi “Kalimantanpun Tidak Bebas Gempa”, almarhum Pakdhe Rovicky telah menjelaskan bahwa gempa pada kawasan Kinabalu pada tahun 2015 dan Pontianak pada tahun 2011 disebabkan oleh penunjaman lempeng Laut Cina Selatan di sisi barat laut Pulau Kalimantan.
Tidak hanya pada sisi barat, sisi yang timur Kalimantan juga kerap terjadi gempa, seperti Kota Balikpapan, Bontang dan Tarakan. Secara regional, gempa yang terjadi baik di sisi barat ataupun timur dari Pulau Kalimantan disebabkan oleh gerak rotasional kawasan Indonesia bagian timur akibat dorongan lempeng India – Australia. Bedanya, jika pada area barat, gempa disebabkan oleh penunjaman lempeng Laut Cina Selatan, maka pada bagian timur, gempa disebabkan oleh pergerakan lempeng paternoster yang terdesak ke arah bagian lempeng benua Asia, atau disebut Schwaner core, bersamaan dengan sebagian besar kawasan Indonesia bagian timur.
Sesar Tarakan
Kalimantan pernah dilanda gempa bumi di Tarakan, Kalimantan Utara berkekuatan 6,1 SR pada 2015 lalu. Nah, gempa Tarakan ini dipicu oleh pergerakan sesar Tarakan. Sesar Tarakan ini ternyata disebut Peneliti Geologi Kegempaan LIPI Danny Hilman masih menyambung dengan Sesar Palu-Koro. Data ini ia dapatkan dari hasil data batimetri dan seismik refleksi yang bisa menentukan sumber gempa dan struktur lapisan tanah. Sesar Tarakan terlihat di bagian utara Kalimantan dan terbentang dari daratan sampai lepas pantai.
Kepala Bidang Mitigasi Gempa bumi dan Tsunami BMKG Pusat, Daryono mengatakan, Tarakan adalah zona rawan gempa di Kalimantan Utara. Gempa yang mengguncang Tarakan disebabkan oleh patahan turun (normal fault). Sesar menurun tersebut tersebar di daerah Pulau Bunyu, Pulau Tarakan, dan sekitarnya. Lebih lanjut, Daryono menjelaskan secara geologis kawasan Pulau Tarakan dan sekitarnya terletak di zona Cekungan Tarakan.
Pada zona ini pernah berkembang proses pengendapan sedimen yang massif sehingga tempat di cekungan ini mengalami penurunan dan terbentuk struktur patahan turun. Pulau Tarakan dan sekitarnya terdapat dua sistem sesar yaitu zona sesar mangkalihat dan sesar maratua.” ujar Daryono yang dikutip dari bmkg.go.id (hfa/bmkg.go.id/covasia)
Sesar Mangkalihat
Sesar Mangkalihat merupakan sesar mendatar, bisa terlihat di pantai Timur Kalimantan. Sesar Mangkalihat berada di wilayah Kabupaten Berau dan Kabupaten Kutai Timur dan masih sangat aktif. BMKG mencatat aktivitas kegempaanya cukup tinggi dan membentuk klaster sebaran pusat gempa yang berarah barat-timur. Sesar Mangkalihat merupakan sesar kelanjutan dari sesar Palu-Koro yang melintas dekat Kota Tanjung Redep.
Berdasarkan hasil kajian Pusat Studi Gempa Nasional pada 2017, Sesar Mangkalihat memiliki potensi magnitudo mencapai M=7,0. Intensitas atau guncangan gempanya berskala VI-VII MMI. "Artinya gempa yang terjadi dapat menimbulkan kerusakan tingkat sedang hingga berat di Semenajung Mangkalihat dan sekitarnya," kata Daryono.
Sesar Meratus
Sesar Meratus berada di selatan, di Pegunungan Meratus dekat Banjarmasin. Patahan (sesar) Meratus memiliki panjang patahan sekitar 438 kilometer. Patahan ini didominasi oleh patahan naik (reverse fault). Gempa bumi tektonik terakhir akibat Sesar Meratus mengguncang wilayah Kabupaten Paser, Kalimantan Timur pada 3 Mei 2018, sekitar pukul 03.21 Wita.
Kemudian gempa tektonik 3.5 Skala Richter sempat mengguncang Muara Teweh, Barito Utara dan sekitarnya di Provinsi Kalimantan Tengah, Kamis (31/1/2019) sekitar pukul 09:38;35 WIB. Hasil analisis BMKG menyebut gempa bumi berkekuatan Magnitudo 3.5 SR terpusat atau episenter pada koordinat 0.83 LS dan 114.88 BT. resmi ini pun disebar Kepala Stasiun Geofisika Balikpapan, Mudjianto, Kamis (31/1/2019), mengungkapkan lokasi gempa tektonik itu berada di darat pada jarak 12 kilometer arah utara Muara Teweh, Barito Utara, Kalimantan Tengah pada kedalaman 10 kilometer. Menurut Mudjianto, ditinjau dari lokasi dan kedalaman hiposenternya, tampak bahwa gempa bumi ini merupakan gempa dangkal akibat aktivitas sesar lokal Meratus yang berdekatan dengan episenter.
Pola struktur yang berkembang di Pulau Kalimantan sendiri berarah Meratus (Timurlaut-Baratdaya). Pola ini tidak hanya terjadi pada struktur-struktur sesar tetapi juga pada arah sumbu lipatan. Perbukitan Tutupan yang berarah Timurlaut-Baratdaya dengan panjang sekitar 20 km terbentuk akibat pergerakan 2 (dua) patahan yang searah. Salah satunya dikenal dengan nama Dahai Thrust Fault yang memanjang pada kaki bagian Barat perbukitan Tutupan.
Pegunungan Kalimantan Selatan adalah sebuah pegunungan ofiolit yang sejak Paleogen telah terletak di sebuah wilayah yang jauh dari tepi-tepi konvergensi lempeng. Pegunungan Meratus mulai terangkat pada Miosen Akhir dan efektif membatasi Cekungan Barito di sebelah Baratnya pada Plio-Pleistosen (Satyana). Ada yang menyebut sesar Meratus memanjang hingga Karangsambung, Kebumen. Namun berdasarkan hasil rekonstruksi yang telah dilakukan oleh Satyana (2003), pada tektonik wilayah bagian Tenggara Sundaland (Kalimantan Tenggara, Jawa Tengah-Jawa Timur, Sulawesi Selatan) dan menyatakan bahwa ofiolit Pegunungan Meratus tidak seharusnya dihubungkan dengan ofiolit Ciletuh dan Luk Ulo (Karangsambung) seperti telah digambarkan oleh Katili (1974) dan Hamilton (1979) yang menyebutnya sebagai jalur penunjaman Kapur Akhir. Proses pengalihtempatan (emplacement) ofiolit Meratus berbeda dengan proses emplacement ofiolit Ciletuh dan Luk Ulo.
Ofioit yang ada di Ciletuh dan Luk Ulo (Krangsambung) seharusnya disambungkan dengan singkapan kompleks ofiolit di Bantimala, Sulawesi Selatan yang berdasarkan umur metamorfisme dan radiolaria terjadi pada sekitar Maastrichtian (Kapur akhir), sedangkan emplacement ofiolit Meratus terjadi pada Albian-Aptian (Kapur Awal bagian atas). Batuan yang berada di Geopark Meratus merupakan batuan seri ofiolit yang tersingkap akibat obduksi dari Mikrokontinen Paternoster terhadap Sundaland pada Kapur Awal (137–110 jtl). Pada periode ini, kerak benua yang berada dibelakang (Tenggara) Mikrokontinen Paternoster, yaitu Blok Sulawesi Selatan mulai menunjam kebawah dari mikrokontinen tersebut dan mulai terjadi proses obduksi hingga kolisi pada jaman Kapur Akhir. Sehingga seri ofiolit yang berada di Meratus dan Karangsambung – Cileutuh, memiliki umur dan periode yang tidak sama. Karena Ofiolit Meratus merupakan produk subduksi–obduksi dan kolisi dari Mikrokontinen Paternoster terhadap Sundaland yang akhirnya membuat batuan seri ofiolit tersingkap keatas permukaan, sedangkan Karangsambung–Cileutuh merupakan produk subduksi–kolisi dari Blok Sulawesi Selatan (Bantimala) terhadap Mikrokontinen Paternoster dan selengkapnya bisa dibaca pada tulisan pak Awang yang berjudul MENGELUARKAN MERATUS DAN BAYAT DARI JALUR SUBDUKSI KAPUR AKHIR (?)
Sesar Adang – Paternoster
Megashear Lupar – Adang – Paternoster memanjang mulai dari Bantimala (Makassar), melewati tinggian Kuching berlanjut hingga ke Natuna dan terus memanjang ke arah barat laut pada Lempeng Benua Asia. Pada Selat Makassar, Sesar Adang sekaligus menjadi batas mikrokontinen paternoster dengan cekungan kutai, maka dikenal sebagai Sesar Adang-Paternoster. Batas keduanya tampak sangat jelas pada penampang variasi medan magnet pada gambar dibawah ini.
Sesar Adang-Paternoster merupakan sesar normal yang mengalami reaktivasi. Aktivitas tektonik ini menghasilkan bentukan pop up atau transpenssion structure pada bawah permukaan bumi yang relatif dangkal. Kawasan sesar Adang-Paternoster menjadi kawasan rentan gempa apabila Paternoster mengalami pergerakan. Jadi pantas saja kawasan Balikpapan dan sekitarnya, termasuk Tabalong kerap terjadi gempa.
Ternyata serem ya di mana saja bisa terjadi gempa, tak terkecuali di Kalimantan yang katanya paling aman. Ya enggak seram kan yang menelan korban itu bukan gempanya, tapi konstruksinya. Maka dari itu, para civil engineer harus jago merancang bangunan yang tahan gempa, kita bantu-bantu mengedukasi masyarakat tata cara penyelamatan diri saat gempa terjadi.
Next
« Prev Post Previous
Next Post »
« Prev Post Previous
Next Post »
Note: Only a member of this blog may post a comment.