Hari ini tepatnya 25/10/2010, 9 tahun yang lalu, gempa berkekuatan 7,2 skala Richter mengguncang Kepulauan Mentawai, Sumatera Barat. Tsunami 'senyap' Mentawai saat gulita malam telan korban >400 orang. Slow Eq. dengan tinggi maks >10m datang di bibir pantai <5 menit & bawa koral 80 ton sejauh >70m. Kami telah belajar mitigasi untuk masa yang akan datang.
Selang beberapa menit, gelombang Tsunami setinggi 1,5 meter menerjang wilayah Pulau Pagai Selatan, Pagai Utara, Kabupaten Mentawai, Sumatera Barat. Mengenai tinggi gelombang, beberapa laporan bahkan menyebutkan tingginya mencapai 3 meter. Akibatnya, 311 korban ditemukan tewas dan 426 korban lainnya hilang.
Dikutip dari pemberitaan Harian Kompas, 28 Oktober 2010, Iram Sababalat (26) warga Dusun Muntei Baru Baru, Desa Betumonga, Kecamatan Pagai Utara, Kabupaten Kepulauan Mentawai, Sumatera Barat mengatakan, sebelum gempa dan tsunami terjadi, ia baru pulang ke rumahnya. Malam itu, ia habis bertugas di sebuah penginapan yang biasa didatangi wisatawan asing.
Saat hendak tidur bersama istri dan anaknya, gempa dan tsunami tiba-tiba menggulung rumahnya. Tak ada kesempatan baginya untuk melarikan diri. Iram pun sempat pingsan. Saat tersadar, ia menemukan dirinya sudah berada di atas pohon durian dan lari menyelamatkan diri ke dataran yang lebih tinggi sebelum datang gelombang kedua.
"Gelombangnya melewati tinggi pohon kelapa," kata Iram dengan raut muka kosong.
Pakar Geologi dari Pusat Penelitian Geoteknologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Danny Hilman mengatakan, gempa tersebut berpotensi menjadi prekursor ke gempa lebih besar.
"Kelihatannya tinggal selangkah lagi ke klimaksnya. Mudah-mudahan masih hitungan tahun, bukan hari, minggu, atau bulan," kata Danny, dikutip dari Harian Kompas, 27 Oktober 2010.
"Yang jelas, desakan pada 'Si Raksasa gempa Mentawai yang sudah matang itu' sudah semakin tinggi," sambungnya.
Pusat gempa besar yang dimaksud Danny berada di bawah Siberut-Sipora-Pagai Utara. Analisis tersebut berdasarkan penelitiannya terhadap fenomena kegempaan tektonik di Sumatera sejak 1990-an. Berdasarkan data sejarah, menurut Danny, tsunami besar pernah menerjang Padang, pada 1979 akibat gempa bermagnitude momen 8,4.
Penelitian lebih lanjut pada kondisi terumbu karang diketahui, terjadi tsunami kedua di tahun 1833 akibat gempa berkekuatan 9,0. Pelepasan energi yang menimbulkan gempa besar akan diikuti proses penghimpunan kembali energi di tepi lempeng itu.
Jika tekanan antar lempeng terus-menerus berlangsung. Maka, gempa akan terjadi lagi sampai batuan di daerah itu tak mampu menahan tekanan. Pola inilah yang dijadikan dasar untuk memprediksi periode kegempaan. Mereka memperkirakan, gempa besar diperkirakan bakal terjadi lagi pada 2033, pasca gempa tahun 1833.
Sejarah Gempa Bumi Mentawai
Sepanjang 9 tahun terakhir, Kepulauan Mentawai memang akrab dengan gempa bumi. Sejumlah lindu dengan kekuatan bervariasi, dibarengi tsunami atau tidak, telah mampir di kawasan tersebut. Bahkan, ancaman gempa dahsyat di kawasan Mentawai diprediksi akan datang di masa depan. Oktober tahun lalu, peneliti geofisika dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Nugroho Dwi Hananto, mengungkapkan potensi bencana di Mentawai.
"Kedahsyatan gempa dan tsunami Aceh berpotensi terulang di Kepulauan Mentawai, Sumatera Barat," kata Nugroho Dwi Hananto, peneliti geofisika dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, kepada Tempo, seperti dikutip dari rubrik Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Majalah TEMPO edisi 13 Juli 2015. Menurut Nugroho, potensi ancaman gempa besar dan tsunami tersebut muncul karena di bawah permukaan dasar laut Kepulauan Mentawai masih menyimpan tenaga besar yang belum terlepas.
Berikut beberapa daftar gempa bumi dan tsunami yang pernah melanda Mentawai.
1. 25 Oktober 2010
Pada 25 Oktober 2010, pukul 21:42 WIB terjadi gempa bumi dengan kekuatan 7.2 magnitudo di Kepulauan Mentawai. Gempa berlangsung sekitar 30 detik. Tak berhenti di situ, gempa juga menimbulkan tsunami dengan ketinggian gelombang bervariasi antara 1 hingga 15 meter yang menerjang kawasan Kepulauan Pagai-Mentawai. Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat, gempa dan tsunami Mentawai 2010 menelan lebih dari 400 korban jiwa dan 15 ribu warga harus mengungsi.
2. 6 Juli 2013
Lindu berkekuatan 6,1 magnitudo kembali mengguncang Pulau Pagai, Kepulauan Mentawai, Sabtu 6 Juli 2013 pukul 12:05 WIB. Gempa berlangsung selama 5 detik dan membuat warga berhamburan ke luar rumah. Gempa bumi itu tidak menimbulkan tsunami.
3. 10 Juli 2013
Empat hari berselang, dua gempa bumi mengguncang Kepulauan Mentawai, pada 10 Juli 2013 dinihari. Gempa pertama berkekuatan 5,3 magnitudo terjadi pukul 00.04 WIB, disusul gempa berkekuatan 5,2 magnitudo 10 menit kemudian.
4. 2 Maret 2016
Kepulauan Mentawai dan Sumatera Barat diguncang gempa bumi tektonik dengan kekuatan 7,8 magnitudo pada Rabu, 2 Maret 2016, pukul 19.49 WIB. BMKG sempat mengeluarkan peringatan tsunami, namun akhirnya ditarik pada pukul 22.32 WIB. Gempa tidak menyebabkan korban jiwa. Namun, lebih dari 1.000 orang mengungsi.
5. 21 Juni 2016
Kepulauan Mentawai kembali dilanda gempa bumi berkekuatan 5,3 magnitudo pada Selasa, 21 Juni 2016, sekitar pukul 21.10 WIB.
6. 24 Agustus 2016
Masih pada 2016, Kepulauan Mentawai kembali diguncang lindu berkekuatan 5,8 magnitudo. Tepatnya, Rabu, 24 Agustus 2016, pukul 20.48 WIB. Gempa itu juga dirasakan di sejumlah kabupaten dan kota di Sumatera Barat.
7. 1 September 2017
Gempa bumi berkekuatan 6,2 magnitudo terjadi di Kepulauan Mentawai, Jumat, 1 September 2017 pada pukul 00.06 WIB. Pusat gempa terjadi di 80 kilometer timur laut Kepulauan Mentawai. Belasan rumah dan fasilitas umum di Sumatera Barat rusak, terutama di Kabupaten Agam. Kerusakan juga dialami di Kota Pariaman, di Kecamatan Malalak Selatan, Kecamatan Tanjung Mutiara dan beberapa daerah lain.
8. 12 dan 13 Juni 2018
Dua hari berturut, Kepulauan Mentawai dilanda gempa. Pertama, pada Selasa, 12 Juni 2018 gempa berkekuatan 5,5 magnitudo terjadi pada pukul 23.46. Esok harinya, gempa berkekuatan 5,9 magnitudo mengguncang pada pukul 06.08. Kedua gempa tidak menyebabkan tsunami.
9. 23 Oktober 2019
Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) mencatat terjadi empat kali gempa di Kepulauan Mentawai. Lindu terbaru muncul Rabu, 23 Oktober 2019 pukul 05.11.07 WIB bermagnitudo 5,2 sesuai pemutakhiran data.
“Peningkatan aktivitas gempa di Kepulauan Mentawai ini tentu patut kita waspadai,” tukis Daryono, Kepala Bidang Mitigasi Gempabumi dan Tsunami BMKG, melalui akun Twitternya pada Rabu.
Episenter atau titik sumber gempa terbaru berada di koordinat 2.49 LS dan 99.71 BT. Lokasinya di laut pada jarak 48 kilometer arah selatan Kota Tuapejat, Mentawai. Berkedalaman 27 kilometer, jenis gempanya tergolong dangkal. “Akibat subduksi lempeng Indo-Australia yang menunjam ke bawah Lempeng Eurasia tepat di zona megathrust,” kata Daryono lewat keterangan tertulis.
Gempa yang bermekanisme pergerakan naik (thrust fault) itu dirasakan di Pulau Sipora dalam skala intensitas IV MMI. Guncangannya dirasakan oleh orang banyak. Sementara di Painan, Padang, dan Pariaman juga dirasakan dengan skala III MMI.
Gempa ini menurut Daryono merupakan bagian dari rentetan gempa yang terjadi Selasa, 22 Oktober 2019. Gempa Sipora bermagnitudo 5,2, muncul pukul 06.49.08 WIB, kemudian muncul lagi bermagnitudo 5,0 pada pukul 07.03.55 WIB, lalu bermagnitudo 3,6 pukul 15.24.41 WIB.
Sebaran titik pusat Gempa Sipora ini membentuk garis berarah barat-timur. “Mencerminkan aktivitas deformasi di bidang kontak antar lempeng di zona megathrust Mentawai,” kata Daryono. Fenomena ini perlu diwaspadai karena di zona ini aktif gempa dan memiliki sejarah gempa besar masa lalu.
Pada zona ini pernah terjadi gempa dahsyat pada 24 November 1833 yang diperkirakan kekuatannya bermagnitudo 9,0. Guncangannya terasa hingga ke Singapura dan Pulau Jawa. Tanggul penahan air danau yang merupakan dinding lereng Gunung Kaba juga jebol. Akibatnya air danau mendadak tumpah dan mengalir. Banjir bandang menghancurkan tujuh desa.
Gempa itu juga memicu tsunami yang menerjang pesisir Bengkulu dan Sumatra Barat dan merusak banyak rumah. Dermaga dan bangunan pelabuhan tersapu tsunami, beberapa kapal terhempas dan terlempar ke daratan.
Kemudian pada 13 September 2007 pernah terjadi gempa kuat bermagnitudo 7,1 dan 7,8. Sehari sebelumnya pada 12 September 2007 muncul gempa dahsyat bermagnitudo 8,4 di Bengkulu. Selain merusak banyak rumah, gempa itu memicu tsunami setinggi 2- 3 meter.
Nah, demikianlah catatan sejarah gempa Mentawai. Rasanya belum lekang dalam ingatan ketika sembilan tahun yang lalu, tepat pada 25 Oktober 2010 gempabumi dan tsunami menerjang Kepulauan Mentawai. Pada saat itu terjadi gempabumi dengan kekuatan Mw 7,7 pukul 21:42:20 WIB pada kedalaman 10 km, dengan episenter berjarak 78 kilometer barat daya Pulau Pagai Selatan. Gempabumi membangkitkan tsunami yang menerjang pantai hanya dalam tempo kurang dari 20 menit. Tsunami menyapu lebih dari dua puluh desa di Mentawai dan menyebabkan jatuhnya korban tidak kurang dari 448 jiwa dengan sekitar 100 orang dinyatakan hilang. Survei yang dilakukan oleh peneliti dari dalam dan luar negeri menyatakan bahwa tsunami terjadi dengan ketinggian 2–14 m dengan inundasi rata-rata 300–800 m.
Memang, Megathrust Mentawai memiliki catatan sejarah panjang gempabumi dan tsunami. Dalam katalog tsunami Indonesia yang dikeluarkan Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) setidaknya sudah terjadi 4 tsunami di dekat mentawai sejak tahun 1700–2019. Empat tsunami tersebut adalah tsunami 10 Februari 1797 akibat gempa bumi Mw 8,7, Tsunami 24 November 1833 akibat gempa bumi Mw 8,9, tsunami 12 September 2007 akibat gempa bumi Mw 8,5, dan tsunami 25 oktober 2010 akibat gempa bumi Mw 7,8.
Kejadian tsunami Mentawai memunculkan isu Peringatan Dini Tsunami. Sistem peringatan dini tak efektif jika tsunami mencapai daratan dalam waktu yang cukup singkat setelah gempa. Tsunami Mentawai 2010 merupakan tsunami dengan sumber gempa yang dekat dengan daratan dan waktu tiba diperkirakan kurang dari 20 menit.
Evakuasi mandiri perlu dilakukan masyarakat untuk menyelamatkan diri. Sebagai contoh, dalam gempa dan tsunami Palu, beberapa warga di desa-desa pantai barat Donggala berhasil menyelamatkan diri dengan melakukan evakuasi mandiri sejak gempa pendahulu berkekuatan M6,1. Saat gempa utama dengan kekuatan M7,5 disusul tsunami terjadi, warga sudah di tempat aman karena merawat ingatan gempa dan tsunami Palu tahun 1968. Peristiwa serupa terjadi di Simeulue, di mana smong menyelamatkan warga dari tsunami Aceh 2004.
Next
« Prev Post Previous
Next Post »
« Prev Post Previous
Next Post »
Note: Only a member of this blog may post a comment.