Tulisan di siang ini saya masih akan membahas mengenai jalur Puncak atau Puncak Pass namun dalam sisi sejarah. Sejarah Jalur Puncak ini fokus pada Megamendung yang konon menjadi titik tertinggi di jalur Puncak. Dalam catan sejarah, pembangunan jalan raya Pos, tantangan pertama yang harus dihadapi adalah jalur Megamendung yang menghubungkan Cisarua dan Cipanas atau yang kini dikenal sebagai Jalan Raya Puncak. Jalan raya Puncak merupakan bagian dari jalan raya Pos (postweg) yang dibangun pada masa Gubernur Jenderal Hindia Belanda, Herman Willem Daendels (1808 – 1811). Pembangunan jalan raya Pos bertujuan untuk memudahkan transportasi serta dalam rangka mempertahankan Jawa dari serangan Inggris. Pembangunan jalan sepanjang 600 paal (1 paal = 400 roed) dan lebar 2 roed (1 roed = 3,767 m) dimulai bulan Mei 1808 dan selesai pada Desember 1809.
Nah, Megamendung yang dimaksud disini bukanlah wilayah di sekitar pertigaan Megamendung di Desa Cipayung yang terletak sekitar lima kilometer dari gerbang Tol Gadog menuju Puncak. Berdasar peta Belanda tahun 1904 milik Kartini Collection, terlihat jelas Gunung Megamendung dengan ketinggian 1880 meter dari permukaan laut, Terletak di antara Tjisaroea dan Tjimatjan atau Cisarua-Cimacan. Jalur Megamendoeng tersebut terletak antara Seuseupan-Gadok-Pasirangin-Tjikopo-Tjisaroea-Tjimatjan-Sindanglaja-Tjipanas-Patjet-Tjiherang-Babakan-Tjiandjoer." Gunung Megamendoeng diperkirakan sebagai titik tertinggi di Jalur Puncak yang menurut sejarawan dari Arsip Nasional, Mona Lohanda, dikenal sebagai Puncak Pass.
Peristiwa pembangunan jalan di Megamendung memang sangat monumental sehingga maestro lukis Raden Saleh Syarif Bustaman atau lebih dikenal sebagai Raden Saleh, menggambarkan lukisan Daendels dengan latar belakang Jalan Pos, pegunungan dan tangan kiri menunjuk peta bertuliskan "Richting van den weg ober Megamendoeng atau arah jalan di atas Megamendoeng".
Marie-Louise Ten Horn-Van Nispen dalam tulisan ilmiah yang dikirim Atase Kebudayaan Belanda JAM Paul Pieters menerangkan betapa pembangunan Jalan Raya Pos dengan mudah dikerjakan dengan memperlebar jalan desa yang sudah ada. Namun, masalah muncul saat pembangunan Jalan Raya Pos dilakukan di daerah pegunungan dan rawa yang mengakibatkan banyak pekerja jatuh sakit serta tewas. Jalur Jalan Raya Pos di Distrik Priangan misalnya, harus melintasi celah Gunung Megamendung dan Gunung Masigit (antara Cianjur dan Bandung) dan di Cirebon harus melintasi rawa, demikian Van Nispen mencatat.
Untuk membangun jalur Cisarua-Cianjur via Megamendung, semula dibutuhkan 400 pekerja Jawa dengan upah 10 ringgit perak per orang. Jumlah tersebut merupakan bagian terbesar dari 1.100 orang tenaga kerja yang dikerahkan untuk membangun jalan dari Buitenzorg ke Karangsambung (Cirebon). Karena medan berat, ditambah lagi pekerja dari wilayah Priangan-Cirebon sebanyak 500 orang. Kolonel (Zeni) Von Lutzow memimpin proyek didampingi dua insinyur yang merencanakan di mana jalan dibuka, digali atau diratakan. Jalur Cisarua-Cianjur ditangani seorang insinyur.
Catatan perjalanan Walter Kinloch tahun 1853 dalam Rambles in Java and The Straits menjelaskan, saat melintasi Jalan Raya Pos melintasi Puncak Megamendung. Kami mencapai pos pertama sekitar 6 mil dari Bogor dalam 27 menit dan mengganti kuda. Selanjutnya ditempuh perjalan empat jam dengan kereta kuda untuk mencapai puncak Megamendung yang tingginya 4.300 kaki dari permukaan laut. Setiba di Cisarua, jalan menjadi sangat terjal sehingga beberapa ekor kerbau membantu kuda menarik kereta, kata Kinloch.
Nah, Megamendung yang dimaksud disini bukanlah wilayah di sekitar pertigaan Megamendung di Desa Cipayung yang terletak sekitar lima kilometer dari gerbang Tol Gadog menuju Puncak. Berdasar peta Belanda tahun 1904 milik Kartini Collection, terlihat jelas Gunung Megamendung dengan ketinggian 1880 meter dari permukaan laut, Terletak di antara Tjisaroea dan Tjimatjan atau Cisarua-Cimacan. Jalur Megamendoeng tersebut terletak antara Seuseupan-Gadok-Pasirangin-Tjikopo-Tjisaroea-Tjimatjan-Sindanglaja-Tjipanas-Patjet-Tjiherang-Babakan-Tjiandjoer." Gunung Megamendoeng diperkirakan sebagai titik tertinggi di Jalur Puncak yang menurut sejarawan dari Arsip Nasional, Mona Lohanda, dikenal sebagai Puncak Pass.
Peristiwa pembangunan jalan di Megamendung memang sangat monumental sehingga maestro lukis Raden Saleh Syarif Bustaman atau lebih dikenal sebagai Raden Saleh, menggambarkan lukisan Daendels dengan latar belakang Jalan Pos, pegunungan dan tangan kiri menunjuk peta bertuliskan "Richting van den weg ober Megamendoeng atau arah jalan di atas Megamendoeng".
Marie-Louise Ten Horn-Van Nispen dalam tulisan ilmiah yang dikirim Atase Kebudayaan Belanda JAM Paul Pieters menerangkan betapa pembangunan Jalan Raya Pos dengan mudah dikerjakan dengan memperlebar jalan desa yang sudah ada. Namun, masalah muncul saat pembangunan Jalan Raya Pos dilakukan di daerah pegunungan dan rawa yang mengakibatkan banyak pekerja jatuh sakit serta tewas. Jalur Jalan Raya Pos di Distrik Priangan misalnya, harus melintasi celah Gunung Megamendung dan Gunung Masigit (antara Cianjur dan Bandung) dan di Cirebon harus melintasi rawa, demikian Van Nispen mencatat.
Untuk membangun jalur Cisarua-Cianjur via Megamendung, semula dibutuhkan 400 pekerja Jawa dengan upah 10 ringgit perak per orang. Jumlah tersebut merupakan bagian terbesar dari 1.100 orang tenaga kerja yang dikerahkan untuk membangun jalan dari Buitenzorg ke Karangsambung (Cirebon). Karena medan berat, ditambah lagi pekerja dari wilayah Priangan-Cirebon sebanyak 500 orang. Kolonel (Zeni) Von Lutzow memimpin proyek didampingi dua insinyur yang merencanakan di mana jalan dibuka, digali atau diratakan. Jalur Cisarua-Cianjur ditangani seorang insinyur.
Catatan perjalanan Walter Kinloch tahun 1853 dalam Rambles in Java and The Straits menjelaskan, saat melintasi Jalan Raya Pos melintasi Puncak Megamendung. Kami mencapai pos pertama sekitar 6 mil dari Bogor dalam 27 menit dan mengganti kuda. Selanjutnya ditempuh perjalan empat jam dengan kereta kuda untuk mencapai puncak Megamendung yang tingginya 4.300 kaki dari permukaan laut. Setiba di Cisarua, jalan menjadi sangat terjal sehingga beberapa ekor kerbau membantu kuda menarik kereta, kata Kinloch.
Next
« Prev Post Previous
Next Post »
« Prev Post Previous
Next Post »
Note: Only a member of this blog may post a comment.