2017 ini, genap 200 tahun buku The History of Java karya Thomas Stamford Raffles. Thomas Stomford Raffles memang dikenal sebagai penyusun The History of Java. Dalam semangat literasi, bolehlah kita berterima kasih pada Raffles. Tentu itu terlepas dari aksi perampokan Raffles dan prajuritnya terhadap segerobak naskah kuno di Keraton Kesultanan Yogyakarta. Raffles berada di Jawa pada 1811-1816, pertama kali sebagai Lieutenant Governor of Java yang bertanggung jawab kepada Gubernur Jenderal Inggris di India yaitu Lord Minto (nama aslinya Sir Gilbert Elliot Murray-Kynynmond). Tahun 1814 Lord Minto meninggal dunia dan Raffles menjadi Gubernur Jenderal di Jawa sampai 1816.
Kakinya menginjak Jawa kali pertama 1811. Ayahnya, Benjamin Raffles (1739- 1812), semula tukang masak di kapal hingga akhirnya jadi kapten. Ditunjang pendidikan formal seadanya, Raffles beruntung tatkala ayah seorang sahabatnya mempekerjakan sebagai juru tulis sebuah perusahaan Hindia Timur 1795. Berkat keuletan dan kemauan keras, ia dipromosikan jadi asisten sekretaris perusahaan itu untuk kepulauan Melayu. Kemolekan wajah dan kekayaan alam Jawa dia lukiskan dengan apik. Bahkan kehidupan wong Jawa, dia potret secara detail. Tahun ini, pustaka itu berumur 200 tahun. Monografi Raffles itu terbit 1817. Sejatinya gubernur jenderal dari Inggris itu tak bekerja sendirian. Jurnalis spesialisasi Indonesia, Tim Hannigan (2015), mengemukakan pembantu Raflles, Cornelius, meneliti dan mengumpulkan segerobak sumber membawa ke Buitenzorg (Bogor).
Penerjemah pribumi bekerja keras menerjemahkan naskah jarahan dan salinan prasasti kuno. Bahkan dia memerintah raja Keraton Kasunanan Surakarta mencatat sejarah Mataram dengan narasumber orang-orang tua yang bijak di istana. Karya orang-orang tak dikenal dan telah lama terlupakan itu memberi dasar bagi The History of Java. Celakanya, itu membuat para penulis pemuja Raffles menarik kesimpulan: Raffles bukan hanya ahli “frasa bahasa Melayu yang fasih”, melainkan juga tata bahasa dan aksara segala bahasa Timur.
Jilid pertama The History of Java berisi terjemahan Bharatayudha, satu episode panjang dalam Mahabharata berbahasa Kawi atau Jawa Kuno, bahasa klasik kesusastraan adiluhung dengan aksara tersendiri. Penulis pertama biografi Raffles adalah istri keduanya. Dia mengklaim Raffles melewati sebagian besar pagi dan malam membaca dan menerjemahkan dengan kecepatan luar biasa dan memahami legenda yang diceritakan orang pribumi.
Tim Hannigan menambahkan, Raffles tak bisa berbicara bahasa Jawa sehari-hari, seperti dijelaskan catatan istana Yogyakarta tentang kesulitan memalukan dalam aneka pertemuan dia dan orang keraton yang tak bisa bahasa Melayu. Diminta membaca, memahami, dan menerjemahkan kesusasteraan kuno dari bahasa itu, Raffles angkat tangan.
Dugaannya, versi Bharatayudha dalam The History of Java mungkin diambil dari terjemahan bahasa Melayu yang dibantu seorang pembaca atau digarap sebagai terjemahan ganda oleh juru tulis orang Jawa dari naskah asli atau salah satu penulis ulang dalam bahasa Jawa modern. Yang pasti, Raffles tak duduk sendirian di meja, membaca huruf-huruf melengkung di naskah asli dan menerjemahkan dalam bahasa Inggris abad XIX.
Petunjuk The History Of Java
Terlepas dari proses kreatif itu, informasi dalam The History of Java memberi petunjuk bagi wong Jawa tatkala memahami sejarah. Misalnya, aspek makanan yang tak bisa dipisahkan dalam kehidupan kita sehari-hari.
Raffles menulis kebiasaan makan pribumi yang cenderung didominasi sumber nabati (sayuran dan beras). Sebenarnya, pada kesempatan tertentu, seperti kenduri juga ikan, daging, dan unggas sering disajikan. Menurut pakar sejarah kuliner Fadly Rahman (2016) sejak periode kuno, ikan masih diolah dengan diasinkan dan dikeringkan serta dijual dari pesisir ke pedalaman.
Semua jejak dan karya Raffles terekam dalam buku History of Java. Buku ini adalah referensi komprehensif tanah Jawa, dan sebuah buku yang membahas buku-buku tentang Indonesia yang terbit pada abad ke-19.
Kakinya menginjak Jawa kali pertama 1811. Ayahnya, Benjamin Raffles (1739- 1812), semula tukang masak di kapal hingga akhirnya jadi kapten. Ditunjang pendidikan formal seadanya, Raffles beruntung tatkala ayah seorang sahabatnya mempekerjakan sebagai juru tulis sebuah perusahaan Hindia Timur 1795. Berkat keuletan dan kemauan keras, ia dipromosikan jadi asisten sekretaris perusahaan itu untuk kepulauan Melayu. Kemolekan wajah dan kekayaan alam Jawa dia lukiskan dengan apik. Bahkan kehidupan wong Jawa, dia potret secara detail. Tahun ini, pustaka itu berumur 200 tahun. Monografi Raffles itu terbit 1817. Sejatinya gubernur jenderal dari Inggris itu tak bekerja sendirian. Jurnalis spesialisasi Indonesia, Tim Hannigan (2015), mengemukakan pembantu Raflles, Cornelius, meneliti dan mengumpulkan segerobak sumber membawa ke Buitenzorg (Bogor).
Penerjemah pribumi bekerja keras menerjemahkan naskah jarahan dan salinan prasasti kuno. Bahkan dia memerintah raja Keraton Kasunanan Surakarta mencatat sejarah Mataram dengan narasumber orang-orang tua yang bijak di istana. Karya orang-orang tak dikenal dan telah lama terlupakan itu memberi dasar bagi The History of Java. Celakanya, itu membuat para penulis pemuja Raffles menarik kesimpulan: Raffles bukan hanya ahli “frasa bahasa Melayu yang fasih”, melainkan juga tata bahasa dan aksara segala bahasa Timur.
Jilid pertama The History of Java berisi terjemahan Bharatayudha, satu episode panjang dalam Mahabharata berbahasa Kawi atau Jawa Kuno, bahasa klasik kesusastraan adiluhung dengan aksara tersendiri. Penulis pertama biografi Raffles adalah istri keduanya. Dia mengklaim Raffles melewati sebagian besar pagi dan malam membaca dan menerjemahkan dengan kecepatan luar biasa dan memahami legenda yang diceritakan orang pribumi.
Tim Hannigan menambahkan, Raffles tak bisa berbicara bahasa Jawa sehari-hari, seperti dijelaskan catatan istana Yogyakarta tentang kesulitan memalukan dalam aneka pertemuan dia dan orang keraton yang tak bisa bahasa Melayu. Diminta membaca, memahami, dan menerjemahkan kesusasteraan kuno dari bahasa itu, Raffles angkat tangan.
Dugaannya, versi Bharatayudha dalam The History of Java mungkin diambil dari terjemahan bahasa Melayu yang dibantu seorang pembaca atau digarap sebagai terjemahan ganda oleh juru tulis orang Jawa dari naskah asli atau salah satu penulis ulang dalam bahasa Jawa modern. Yang pasti, Raffles tak duduk sendirian di meja, membaca huruf-huruf melengkung di naskah asli dan menerjemahkan dalam bahasa Inggris abad XIX.
Petunjuk The History Of Java
Terlepas dari proses kreatif itu, informasi dalam The History of Java memberi petunjuk bagi wong Jawa tatkala memahami sejarah. Misalnya, aspek makanan yang tak bisa dipisahkan dalam kehidupan kita sehari-hari.
Raffles menulis kebiasaan makan pribumi yang cenderung didominasi sumber nabati (sayuran dan beras). Sebenarnya, pada kesempatan tertentu, seperti kenduri juga ikan, daging, dan unggas sering disajikan. Menurut pakar sejarah kuliner Fadly Rahman (2016) sejak periode kuno, ikan masih diolah dengan diasinkan dan dikeringkan serta dijual dari pesisir ke pedalaman.
Semua jejak dan karya Raffles terekam dalam buku History of Java. Buku ini adalah referensi komprehensif tanah Jawa, dan sebuah buku yang membahas buku-buku tentang Indonesia yang terbit pada abad ke-19.
Next
« Prev Post Previous
Next Post »
« Prev Post Previous
Next Post »
Note: Only a member of this blog may post a comment.