Catatan perjalanan kali ini saya akan menulis tentang kisah inspiratif yang lahir dari jalan berlubang dan mengajak anda semua meneladani Mbah Sadiyo, Pemulung Penambal Jalan Berlubang Dari Sragen. Jalanan di Jawa Tengah sedang sakit kronis dan dimana-mana penuh lubang. Namun lubang jalanan tersebut ternyata juga bisa melahirkan tokoh inspiratif yakni mbah Sadiyo. Ya, mbah Sadiyo merupakan seorang pemulung penambal lubang jalanan seorang diri. Hebatnya, mbah Sadiyo melakukannya dengan tulus tanpa ada tendensi apapun. Maka tulisan kali ini saya akan mengajak pembaca mengenal mbah Sadiyo ini. Alhamdulilah bisa bertemu Mbah Sadiyo di jalan Desa Gondang-Tunjungan. Di bawah terik matahari, ia menambal jalan berlubang. Becak berisi barang rongsokan miliknya diparkir untuk menutup separuh badan jalan agar aktivitasnya tak terganggu. Oh ya, Mbah Sadiyo tinggal di Dukuh Grasak RT 42 RW 11 Kecamatan Gondang, Sragen. Ia menyisihkan penghasilannya yang tidak seberapa untuk membeli semen. Semen tersebut dia gunakan untuk menambal jalan yang berlubang.
“Saya ingat yang pertama itu di jalan Gondang-Banaran (Sragen). Sepanjang 5 kilometer saya tambal. April saya mulai, Juni baru selesai,” kata Mbah Sadiyo, panggilan akrab Sadiyo Cipto Wiyono. Niatnya memperbaiki jalan rusak berawal dari pengalamannya jatuh terperosok akibat jalan berlubang. “Saya berebut jalan dengan kendaraan. Saya mengalah, tapi ternyata ada lubang. Ban becak saya sampai membentuk angka 8. Untung barang rongsokan saya sudah diikat kencang, jadi tidak jatuh,” ungkapnya.
Mbah Sadiyo tinggal bersama istrinya, Tumirah, di Dukuh Grasak RT 42 RW 11 Desa/Kecamatan Gondang, Sragen. Sedangkan tiga anaknya bekerja di Bekasi. Menurut dia, anak-anaknya selalu mengirimkan uang untuknya setiap bulan. "Sedikit-sedikit ya tidak masalah. Saya syukuri," ujar dia.
Sehari-hari, dengan becaknya, Mbah Sadiyo berkeliling untuk mengumpulkan rongsokan. Dalam seminggu, ia mengaku mendapatkan Rp 100 ribu. Kadang Rp 150 ribu. Lima tahun terakhir, Mbah Sadiyo menyisihkan sebagian penghasilannya untuk membeli semen. Soal pasir, kakek 7 cucu itu meminta kepada warga yang sedang membangun atau merenovasi rumah. Kadang diberi, kadang tidak. Aktivitas sosial itu tetap berjalan.
Mbah Sadiyo Diundang Bupati Yuni
Akhirnya, apa yang dilakukan mbah Sadiyo pun terdengar oleh Bupati Sragen, Kusdinar Untung Yuni Sukowati. Bupati Sragen pun langsung memimpin kerja bakti menambal jalan serentak dilakukan di 20 kecamatan, Jumat (3/3/2017). Yuni, panggilannya, berkeliling untuk memantau kegiatan tersebut. Salah satu lokasi yang ia pantau adalah di Desa dan Kecamatan Gondang. Di situ, bupati sekaligus ingin menemui Sadiyo Cipto Wiyono, pemulung yang menyisihkan penghasilannya untuk menambal jalan. Namun ternyata Mbah Sadiyo tidak ada dirumah.
Karena gagal menemui mbah Sadiyo maka siang harinya, Mbah Sadiyo diundang ke Kantor Bupati Sragen di Jl Sukowati Sragen. Dengan mengenakan kemeja batik cokelat dan peci hitam, Sadiyo menemui bupati dengan diantar pak camat dan pak lurah.
Dalam kesempatan tersebut, Pemkab Sragen berterima kasih karena ada orang yang peduli dengan kondisi lingkungannya. Dalam lima tahun terakhir, Mbah Sadiyo menyisihkan sebagian penghasilan yang tak seberapa untuk menambal jalan berlubang.
Selain menyisihkan penghasilan untuk menambal jalan berlubang, Sadiyo Cipto Wiyono (65) harus menghidupi cucunya. Cucunya adalah anak yatim-piatu. Wibowo Rafi Pandu Jaladara merupakan anak dari putri ketiga Sadiyo, Fitri. Fitri dan suaminya telah meninggal dunia karena sakit. Sebelum meninggal, Fitri menderita penyakit radang lambung.
"Anak saya empat. Yang nomor tiga sudah meninggal. Sekarang anaknya tinggal sama saya. Dia sudah kelas 6 SD," kata Mbah Sadiyo di sela-sela kegiatannya menambal jalan berlubang di Desa Gondang-Tunjungan, Kamis 02 Maret 2017.
“Saya ingat yang pertama itu di jalan Gondang-Banaran (Sragen). Sepanjang 5 kilometer saya tambal. April saya mulai, Juni baru selesai,” kata Mbah Sadiyo, panggilan akrab Sadiyo Cipto Wiyono. Niatnya memperbaiki jalan rusak berawal dari pengalamannya jatuh terperosok akibat jalan berlubang. “Saya berebut jalan dengan kendaraan. Saya mengalah, tapi ternyata ada lubang. Ban becak saya sampai membentuk angka 8. Untung barang rongsokan saya sudah diikat kencang, jadi tidak jatuh,” ungkapnya.
Mbah Sadiyo tinggal bersama istrinya, Tumirah, di Dukuh Grasak RT 42 RW 11 Desa/Kecamatan Gondang, Sragen. Sedangkan tiga anaknya bekerja di Bekasi. Menurut dia, anak-anaknya selalu mengirimkan uang untuknya setiap bulan. "Sedikit-sedikit ya tidak masalah. Saya syukuri," ujar dia.
Sehari-hari, dengan becaknya, Mbah Sadiyo berkeliling untuk mengumpulkan rongsokan. Dalam seminggu, ia mengaku mendapatkan Rp 100 ribu. Kadang Rp 150 ribu. Lima tahun terakhir, Mbah Sadiyo menyisihkan sebagian penghasilannya untuk membeli semen. Soal pasir, kakek 7 cucu itu meminta kepada warga yang sedang membangun atau merenovasi rumah. Kadang diberi, kadang tidak. Aktivitas sosial itu tetap berjalan.
Mbah Sadiyo Diundang Bupati Yuni
Akhirnya, apa yang dilakukan mbah Sadiyo pun terdengar oleh Bupati Sragen, Kusdinar Untung Yuni Sukowati. Bupati Sragen pun langsung memimpin kerja bakti menambal jalan serentak dilakukan di 20 kecamatan, Jumat (3/3/2017). Yuni, panggilannya, berkeliling untuk memantau kegiatan tersebut. Salah satu lokasi yang ia pantau adalah di Desa dan Kecamatan Gondang. Di situ, bupati sekaligus ingin menemui Sadiyo Cipto Wiyono, pemulung yang menyisihkan penghasilannya untuk menambal jalan. Namun ternyata Mbah Sadiyo tidak ada dirumah.
Karena gagal menemui mbah Sadiyo maka siang harinya, Mbah Sadiyo diundang ke Kantor Bupati Sragen di Jl Sukowati Sragen. Dengan mengenakan kemeja batik cokelat dan peci hitam, Sadiyo menemui bupati dengan diantar pak camat dan pak lurah.
Dalam kesempatan tersebut, Pemkab Sragen berterima kasih karena ada orang yang peduli dengan kondisi lingkungannya. Dalam lima tahun terakhir, Mbah Sadiyo menyisihkan sebagian penghasilan yang tak seberapa untuk menambal jalan berlubang.
Selain menyisihkan penghasilan untuk menambal jalan berlubang, Sadiyo Cipto Wiyono (65) harus menghidupi cucunya. Cucunya adalah anak yatim-piatu. Wibowo Rafi Pandu Jaladara merupakan anak dari putri ketiga Sadiyo, Fitri. Fitri dan suaminya telah meninggal dunia karena sakit. Sebelum meninggal, Fitri menderita penyakit radang lambung.
"Anak saya empat. Yang nomor tiga sudah meninggal. Sekarang anaknya tinggal sama saya. Dia sudah kelas 6 SD," kata Mbah Sadiyo di sela-sela kegiatannya menambal jalan berlubang di Desa Gondang-Tunjungan, Kamis 02 Maret 2017.
Next
« Prev Post Previous
Next Post »
« Prev Post Previous
Next Post »
Note: Only a member of this blog may post a comment.