Mumpung lagi seneng-senengnya menulis dunia truck, kali ini saya akan mengupas mengenai Ongkos Angkut Barang Dengan Truck Bakal Naik Jika Perda Tumpang Tindih Dan PerMen No. 134/2016 Di Berlakukan. Kita dengar dan melihat kalau pemerintah akan berkomitmen menerapkan aturan pembatasan berat muatan di jalan raya sebagaimana Peraturan Menteri Perhubungan (PM) No. 134/2016 tentang Penimbangan Kendaraan di Jalan Raya di seluruh wilayah Indonesia mulai 1 Januari 2017. Saya yakin pemberlakuan pembatasan berat muatan di jalan raya sebagaimana Peraruran Menteri Perhubungan (PM) No. 134/2016 tentang Penimbangan Kendaraan di Jalan Raya, bakal menaikkan biaya angkut barang hingga 50%-60% dari yang berlaku saat ini, karena tonase dari muatan truck akan berkurang separonya. Jika aturan tersebut dijalankan dipastikan operator truck akan menaikkan ongkos angkut barang dan logistik hingga 50%.
Naiknya ongkos angkut barang salah satu faktornya karena investasi truck itu sangat mahal sedangkan saat ini ongkos angkut barang tergolong murah. Otomatis kalau muatan dibatasi tidak boleh overvtonase maka pengusaha akan mengambil langkah menaikkan ongkos angkut barang.
Itu belum memperhitungkan denda muatan berlebih di jalan tol yang juga bakal menaikkan biaya transportasi barang. Kenaikan biaya transportasi barang akan bertambah sekitar 1%-2% dan itu memang dipicu kebijakan denda jika ada kelebihan muatan barang. Besaran denda tersebut, menurut pandangan saya harus dikomunikasikan dengan pemilik barang agar tidak terjadi kesalahpahaman.
Perda Tumpang Tindih Picu Kenaikan Ongkos Angkut Barang
Apalagi kita semua paham ruwetnya perizinan di Indonesia telah mengakibatkan tingginya biaya angkutan barang dan jasa. Ya, truck memang butuh biaya tinggi namun harus kita jalani. Biaya tinggi yang harus ditanggung oleh pengusaha truck maupun pengemudi truck, ditimbulkan akibat adanya peraturan-peraturan daerah yang saling tumpang tindih. Agar dapat melintas, harus merogoh kantong agar diberikan izin melintas.
Jadi artinya apa? Artinya kalau mau ikuti aturan, truk ini tidak bisa melintas ke mana-mana. Aturan lintas truck yang dituangkan dalam Perda, seringkali tidak sesuai dengan tata ruang daerah itu sendiri.
Kita amati ada sesuatu yang saling contra produktif (bertolak belakang). Contohnya seperti di Jalan Raya Bogor. Itu kan awalnya kawasan industri yang berubah jadi jalan lintas pariwisata. Makanya truck dilarang melintas di sana. Tapi, kenyataannya masih ada pabrik di sana yang mau nggak mau barangnya harus di angkut dan melintasi jalan tersebut. Akhirnya kita harus keluar uang setiap melintas untuk pengawalan.
Untuk itu, perlu ada ketegasan Pemerintah dalam menata perarturan agar tidak terus membebani kalangan industri dan pelaku usaha transportasi. Kalau tidak, sampai kapanpun daya saing logistik Indonesia akan sulit bersaing dengan negara lain akibat ekonomi biaya tinggi yang ditimbulkan oleh aturan yang ruwet dan bertele-tele tersebut.
Naiknya ongkos angkut barang salah satu faktornya karena investasi truck itu sangat mahal sedangkan saat ini ongkos angkut barang tergolong murah. Otomatis kalau muatan dibatasi tidak boleh overvtonase maka pengusaha akan mengambil langkah menaikkan ongkos angkut barang.
Itu belum memperhitungkan denda muatan berlebih di jalan tol yang juga bakal menaikkan biaya transportasi barang. Kenaikan biaya transportasi barang akan bertambah sekitar 1%-2% dan itu memang dipicu kebijakan denda jika ada kelebihan muatan barang. Besaran denda tersebut, menurut pandangan saya harus dikomunikasikan dengan pemilik barang agar tidak terjadi kesalahpahaman.
Perda Tumpang Tindih Picu Kenaikan Ongkos Angkut Barang
Apalagi kita semua paham ruwetnya perizinan di Indonesia telah mengakibatkan tingginya biaya angkutan barang dan jasa. Ya, truck memang butuh biaya tinggi namun harus kita jalani. Biaya tinggi yang harus ditanggung oleh pengusaha truck maupun pengemudi truck, ditimbulkan akibat adanya peraturan-peraturan daerah yang saling tumpang tindih. Agar dapat melintas, harus merogoh kantong agar diberikan izin melintas.
Jadi artinya apa? Artinya kalau mau ikuti aturan, truk ini tidak bisa melintas ke mana-mana. Aturan lintas truck yang dituangkan dalam Perda, seringkali tidak sesuai dengan tata ruang daerah itu sendiri.
Kita amati ada sesuatu yang saling contra produktif (bertolak belakang). Contohnya seperti di Jalan Raya Bogor. Itu kan awalnya kawasan industri yang berubah jadi jalan lintas pariwisata. Makanya truck dilarang melintas di sana. Tapi, kenyataannya masih ada pabrik di sana yang mau nggak mau barangnya harus di angkut dan melintasi jalan tersebut. Akhirnya kita harus keluar uang setiap melintas untuk pengawalan.
Untuk itu, perlu ada ketegasan Pemerintah dalam menata perarturan agar tidak terus membebani kalangan industri dan pelaku usaha transportasi. Kalau tidak, sampai kapanpun daya saing logistik Indonesia akan sulit bersaing dengan negara lain akibat ekonomi biaya tinggi yang ditimbulkan oleh aturan yang ruwet dan bertele-tele tersebut.
Next
« Prev Post Previous
Next Post »
« Prev Post Previous
Next Post »
Note: Only a member of this blog may post a comment.