Tangan besi Gubernur Jenderal Hindia Belanda Herman William Daendels saat membangun jalan Anyer Panarukan memang sangat terkenal. Salah satu cerita kekejaman Daendels masih tersisa di Jembatan Geladak Manyar, Manyar, Gresik. Ratusan penduduk dulu harus menjadi tiang pancang ini ketika Daendels akan melalui jembatan ini.
Jembatan ini terletak di Jalan Raya Manyar, Kecamatan Manyar, sekitar 10 kilometer dari pusat kota Gresik. Masyarakat setempat menyebut jembatan ini jembatan Geladak. Jembatan ini kini masih berfungsi menjadi penghubung antara Tuban dan Gresik. Selain jembatan Geladak ada pula jembatan Sembayat dan jembatan Tambak Ombo. Jembatan ini di termasuk jaringan Jalan Raya Pos.
Jembatan ini berkaitan dengan nama geladak dan sejarah pembangunan Jalan Raya Pos yang digagas oleh Daendels. Asal muasal nama geladak merujuk pada permukaan susunan kayu berjajar yang tak rata. “Seperti ketika Daendels meminta ratusan penduduk berjajar memegang balok kayu," ucap Ketua Masyarakat Pecinta Sejarah dan Budaya Gresik (Mataseger), yang hanya mau dipanggil Pak No.
Peristiwa itu diperkirakan terjadi pada November 1808, ketika Daendels mengadakan inspeksi pembangunan jalan dan jembatan. Betapa terkejutnya ia melihat jembatan belum rampung. Dengan murka, Daendels memerintahkan bupati mengumpulkan warga di sekitar lokasi. Sebagai hukuman, para penduduk disuruh berbaris berhadapan di ruas jembatan yang belum jadi. Tiap orang memegang balok membentuk geladak. Begitu jembatan bertiang manusia itu jadi, Daendels menaiki kereta kudanya dan dengan pongahnya melintas.
Kejadian itu dicatat dalam buku Grissee Tempo Doeloe yang ditulis Dukut Imam Widodo. Menurut Dukut, metode hukuman seperti itu lazim diterapkan Daendels. Dukut mengatakan Daendels biasa memaksa bupati atau pejabat setempat menyetor ratusan penduduknya untuk menjadi tiang pancang hidup. "Setiap kali Daendels melakukan inspeksi dan jembatan belum jadi, ia pasti memerintahkan untuk membikin tiang pancang dari manusia itu. Tidak hanya di Gresik," ujarnya.
Selain kendaraan pribadi, angkutan umum, jembatan-jembatan ini sering dilalui kendaraan berat yang mengangkut bahan galian C. Hal ini mengakibatkan kondisi jembatan sering bergoyang, permukaannya mengelupas dan bergelombang serta mengkhawatirkan. “Jembatan ini sudah tidak layak dilalui sebenarnya, makanya cuma boleh dilalui truk kecil dan mobil. Bus penumpang besar, tronton dan truk gandeng tidak boleh lewat,” ujar Pak No, yang juga warga asal Cangkring, Sembayat. Masyarakat sekitar masih menunggu perbaikan dari pemerintah yang tak kunjung datang.
Jembatan ini terletak di Jalan Raya Manyar, Kecamatan Manyar, sekitar 10 kilometer dari pusat kota Gresik. Masyarakat setempat menyebut jembatan ini jembatan Geladak. Jembatan ini kini masih berfungsi menjadi penghubung antara Tuban dan Gresik. Selain jembatan Geladak ada pula jembatan Sembayat dan jembatan Tambak Ombo. Jembatan ini di termasuk jaringan Jalan Raya Pos.
Jembatan ini berkaitan dengan nama geladak dan sejarah pembangunan Jalan Raya Pos yang digagas oleh Daendels. Asal muasal nama geladak merujuk pada permukaan susunan kayu berjajar yang tak rata. “Seperti ketika Daendels meminta ratusan penduduk berjajar memegang balok kayu," ucap Ketua Masyarakat Pecinta Sejarah dan Budaya Gresik (Mataseger), yang hanya mau dipanggil Pak No.
Peristiwa itu diperkirakan terjadi pada November 1808, ketika Daendels mengadakan inspeksi pembangunan jalan dan jembatan. Betapa terkejutnya ia melihat jembatan belum rampung. Dengan murka, Daendels memerintahkan bupati mengumpulkan warga di sekitar lokasi. Sebagai hukuman, para penduduk disuruh berbaris berhadapan di ruas jembatan yang belum jadi. Tiap orang memegang balok membentuk geladak. Begitu jembatan bertiang manusia itu jadi, Daendels menaiki kereta kudanya dan dengan pongahnya melintas.
Kejadian itu dicatat dalam buku Grissee Tempo Doeloe yang ditulis Dukut Imam Widodo. Menurut Dukut, metode hukuman seperti itu lazim diterapkan Daendels. Dukut mengatakan Daendels biasa memaksa bupati atau pejabat setempat menyetor ratusan penduduknya untuk menjadi tiang pancang hidup. "Setiap kali Daendels melakukan inspeksi dan jembatan belum jadi, ia pasti memerintahkan untuk membikin tiang pancang dari manusia itu. Tidak hanya di Gresik," ujarnya.
Selain kendaraan pribadi, angkutan umum, jembatan-jembatan ini sering dilalui kendaraan berat yang mengangkut bahan galian C. Hal ini mengakibatkan kondisi jembatan sering bergoyang, permukaannya mengelupas dan bergelombang serta mengkhawatirkan. “Jembatan ini sudah tidak layak dilalui sebenarnya, makanya cuma boleh dilalui truk kecil dan mobil. Bus penumpang besar, tronton dan truk gandeng tidak boleh lewat,” ujar Pak No, yang juga warga asal Cangkring, Sembayat. Masyarakat sekitar masih menunggu perbaikan dari pemerintah yang tak kunjung datang.
Next
« Prev Post Previous
Next Post »
« Prev Post Previous
Next Post »
Note: Only a member of this blog may post a comment.