Februari..... Ada apa dengan februari? Seperti tahun-tahun sebelumnya selalu saja ada keributan masalah Valentine. Karena itulah saya sengaja kutipkan kumpulan dari Twit gus Akhmad Sahal dalam akun twitter @sahaL_AS . Siapa Akhmad Sahal? Beliau adalah Pengurus Cabang Istimewa Nahdlatul Ulama (PCINU) Amerika Serikat. Valentine sebenarnya bukan perkara penting. Tapi selalu menjadi masalah karena disikapi dengan paranoia berjamaah. Paranoia itu muncul dari ketakutan yang berlebihan. Akibatnya, Valentine direduksi maknanya, atau didistorsi untuk kemudian dilarang. Paranoia itu akhirnya memunculkan respon lebay, misal surat edaran larangan Valentine dari dinas pendidikan seperti tahun lalu dll. Pemerintah ngurusi Valentine? Aneh. Sebenernya bukan hanya terhadap Valentine saja banyak orang parno, tapi juga terhadap tahun baru, ucapan selamat natal, topi santa, selfie. Semua diributkan.
Kesannya semua dilarikan ke soal aqidah yang dianggap terancam dari segala penjuru, sayangnya tanpa mau memahami duduk perkaranya secara rileks. Psikologi 'serba terancam' ini justru ironis karena pada saat yang sama, kehidupan kita suka atau tidak makin meng-global dan terbuka. Valentine adalah salah satu komoditas kapitalisme global yang menyerbu kita. Dan sebagai ikon global, ia bisa aja terlepas dari sejarahnya. Orang bisa merayakan Valentine tanpa harus tahu/peduli dengan asal mulanya. Bentuk perayaannya pun bisa macam-macam, terserah orangnya.
Bolehkah merayakan Valentine menurut hukum Islam? Selama tak ada dalil yang melarangnya, why not? Hukumnya? Tergantung tujuannya. Dalam hukum islam ada qaidah: "al umuru bi maqashidiha," hukum segala sesuatu itu bergantung pada tujuannya. Valentine bisa mubah kalau yang dilakukan adalah hal-hal yang mubah. Bisa juga haram kalau yang dilakukan adalah hal yang haram. Namun bisa bermanfaat kalau yang dilakukan pun hal-hal bermanfaat. Valentine bisa dipakai untuk tujuan maksiat, dan itu haram. Tetapi bisa juga dipakai sebagai momen untuk ekspresikan cinta secara halal. Di sinilah letak persoalan larangan Valentine. Pengertiannya direduksi/didistorsi, lalu pada ketakutan sendiri, trus main larang.
Mungkin ada yang menyanggah pendapatku ini dengan mengajukan argumen fiqh yang disebut "Sadd al-dzari'ah." Apa itu? Dalam hukum Islam ada prinsip "sadd al-dzari'ah: memblokade/menghalangi perbuatan yg menjadi sarana terwujudnya sesuatu yang haram. Nah di sini kita juga harus objektif karena berlaku juga qaidah fiqh "lil wasa'il hukmul maqashid," hukum yang berlaku buat tujuan berlaku juga buat sarana mewujudkannya. Nah berimbang dan adil kan? Poin utamanya adalah dalam menentukan hukum sesuatu, patokannya bukan sikap subyektif, melainkan dari sisi obyektifnya.
Monggo di baca kumpulan Twit @sahaL_AS: Di Sini
Kesannya semua dilarikan ke soal aqidah yang dianggap terancam dari segala penjuru, sayangnya tanpa mau memahami duduk perkaranya secara rileks. Psikologi 'serba terancam' ini justru ironis karena pada saat yang sama, kehidupan kita suka atau tidak makin meng-global dan terbuka. Valentine adalah salah satu komoditas kapitalisme global yang menyerbu kita. Dan sebagai ikon global, ia bisa aja terlepas dari sejarahnya. Orang bisa merayakan Valentine tanpa harus tahu/peduli dengan asal mulanya. Bentuk perayaannya pun bisa macam-macam, terserah orangnya.
Bolehkah merayakan Valentine menurut hukum Islam? Selama tak ada dalil yang melarangnya, why not? Hukumnya? Tergantung tujuannya. Dalam hukum islam ada qaidah: "al umuru bi maqashidiha," hukum segala sesuatu itu bergantung pada tujuannya. Valentine bisa mubah kalau yang dilakukan adalah hal-hal yang mubah. Bisa juga haram kalau yang dilakukan adalah hal yang haram. Namun bisa bermanfaat kalau yang dilakukan pun hal-hal bermanfaat. Valentine bisa dipakai untuk tujuan maksiat, dan itu haram. Tetapi bisa juga dipakai sebagai momen untuk ekspresikan cinta secara halal. Di sinilah letak persoalan larangan Valentine. Pengertiannya direduksi/didistorsi, lalu pada ketakutan sendiri, trus main larang.
Mungkin ada yang menyanggah pendapatku ini dengan mengajukan argumen fiqh yang disebut "Sadd al-dzari'ah." Apa itu? Dalam hukum Islam ada prinsip "sadd al-dzari'ah: memblokade/menghalangi perbuatan yg menjadi sarana terwujudnya sesuatu yang haram. Nah di sini kita juga harus objektif karena berlaku juga qaidah fiqh "lil wasa'il hukmul maqashid," hukum yang berlaku buat tujuan berlaku juga buat sarana mewujudkannya. Nah berimbang dan adil kan? Poin utamanya adalah dalam menentukan hukum sesuatu, patokannya bukan sikap subyektif, melainkan dari sisi obyektifnya.
Monggo di baca kumpulan Twit @sahaL_AS: Di Sini
Next
« Prev Post Previous
Next Post »
« Prev Post Previous
Next Post »
Note: Only a member of this blog may post a comment.