Aku Yang Terkalahkan Oleh Kepentingan Sesaat

Selama ini aku memang terkalahkan Terus. Ya, aku sadar bahwa selama ini aku tidak mengalah, tetapi terkalahkan.Terkalahkan oleh kepentingan-kepentingan sesaat. Terkalahkan karena kepentinganku maupun kepentingan orang lain dan itu terjadi ketika kepentingan orang lain bertemu dengan kepentinganku sendiri.

- Ketika aku menjadi seorang pekerja, urusan mengalah menjadi begitu alami, begitu natural bagi diriku. Bukan karena kemauanku, tetapi karena keadaanku.

- Ketika aku menjadi seorang pedagang, seorang pengusaha, aku mentolerir para pejabat yang korup. Aku mengalah. Mau bagaimana lagi? Jika tidak mengalah, tidak mentolerir mereka, usahaku akan dirongrong, perizinan akan dipersulit.

- Ketika menjadi pejabat, aku mengalah pada kelompok-kelompok radikal karena aku butuh mereka saat pemilu. Aku juga tidak mau mereka digunakan oleh lawan politik jika aku tidak merangkul mereka, lawanku akan merangkul mereka. Kelompok-kelompok radikal itu mencelakakan negara. Mereka menciptakan kegaduhan. Tapi, apa boleh buat?

- Ketika aku menjadi seorang pemikir, aku pun terpaksa mengalah terhadap sekian banyak orang. Mengapa? Karena aku takut digebuki orang-orang yang tidak bisa menerima pandangan-pandanganku. Aku juga mengalah kepada media. Jika kubeberkan pemikiranku sebagaimana adanya maka media tidak mau menyebarluaskannya.

Aku terheran-heran dengan kesadaranku sendiri. Dari mana kuperoleh? Aku tidak sedang beribadah, tidak mengucapkan mantra, tidak menyalakan lilin atau membakar dupa. Tidak ada bisikan dari siapa-siapa, tidak ada wangsit, wahyu, maupun ilham. Kesadaran ini muncul dari dalam diriku sendiri.

Ya, kesadaran yang kumaksud adalah bahwa selama ini aku selalu terkalahkan oleh berbagai urusan. Tidak pernah mengalah.