Tahun 2014, arkeologi Indonesia berjaya dan
menjadi sorotan dunia. Sejumlah temuan menarik dan penting diungkap oleh
arkeolog tanah air maupun asing. Foto yang dirilis jurnal Nature, 8 Oktober 2014, menunjukkan gambar
tangan ditemukan di dinding gua di Karst Maros karst, Sulawesi Selatan.
Lukisan berusia 40.000 tahun, menunjukkan bahwa Eropa tidak lagi
dinobatkan sebagai tempat kelahiran seni lama ini.
Lukisan goa di kawasan karst Maros, Sulawesi, adalah temuan yang paling mencengangkan. Lukisan, atau yang lebih tepatnya disebut gambar cadas, itu berusia 40.000 tahun, paling tua di dunia. Usia gambar cadas itu terungkap berkat kerjasama arkeolog dari Pusat Arkeologi Nasional, Balai Arkeologi Makassar, Badan Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Makassar, dan Universitas Wollongong di Australia.
Gambar cadas yang ditemukan berbentuk tangan. Selain yang berusia 40.000 tahun, ditemukan pula gambar cadas lain yang lebih muda, diantaranya yang berupa gambar naturalis babirusa berusia 35.400 tahun.
Lukisan stensil tangan di Leang Timpuseng, kawasan karst Maros, Sulawesi, dinobatkan sebagai seni cadas tertua di dunia. Lukisan itu lebih tua dari stensil tangan di El Castillo berusia 37.300 tahun yang sebelumnya dianggap sebagai yang tertua. Usia lukisan stensil tangan tersebut diketahui lewat penelitian hasil kerjasama Pusat Arkeologi Nasional, Balai Arkeologi Makassar, Balai Peninggalan Cagar Budaya (BPCB) Makassar, University of Wollongong, dan Universitas Griffith sepanjang tahun 2011-2013. Sejumlah peneliti yang terlibat antara lain M Aubert dan Adam Brumm dari University of Wollongong, T Sutikna dan EW Saptomo dari Pusat Arkeologi Nasional, Budianto Hakim dari Balai Arkeologi Makassar, serta Muhammad Ramli dari BPCB Makassar.
Lukisan stensil tangan tersebut sebenarnya telah ditemukan bertahun-tahun lalu. Namun, penanggalan sebelumnya mengungkap bahwa usia lukisan tersebut jauh lebih muda dari yang terukur dalam studi ini. Dalam riset hingga tahun lalu, tim arkeolog menggunakan metode penanggalan uranium-thorium. Cara ini dinyatakan lebih akurat dari penanggalan karbon, dilakukan dengan mengukur perbandingan isotop uranium dan thorium.
Tim arkeolog mengambil sampel deposit kalsit di permukaan goa atau yang secara populer disebut "berondong goa". Deposit ini menutupi sebagian lukisan goa. Dengan menganalisis lapisan-lapisannya, arkeolog bisa memerkirakan usia lukisan. Sejumlah 19 sampel berondong gua diambil dari 7 goa di kawasan karst Maros. Sampel itu berasosiasi dengan 14 lukisan gua, terdiri dari 12 lukisan stensil tangan dan 2 lukisan figur hewan. Hasil analisis menunjukkan bahwa seni cadas di goa kawasan Maros berusia antara 17.400 - 39.900 tahun. Lukisan yang tertua adalah lukisan stensil tangan yang ditemukan di Leang Timpuseng.
Dalam makalah di jurnal Nature, tim arkeolog mengatakan, "lukisan itu kini menjadi jejak tertua manusia di Sulawesi serta lukisan yang tertua di antara banyak lukisan stensil yang tersebar di dunia." Lukisan stensil tangan tersebut berada pada ketinggian 4 meter dari dasar gua. Di sebelah kiri bawah lukisan stensil, terdapat lukisan babirusa betina yang usianya tak kalah tua, 35.400 tahun. Usia sejumlah lukisan stensil tangan dan figur hewan lain juga terungkap. Lukisan stensil tangan di Leang Jarie berusia 39.400 tahun. Sebagian besar lukisan berusia lebih tua dari 25.000 tahun.
Sebelumnya, ilmuwan menemukan beragam lukisan stensil goa dan bentuk seni cadas lain di Eropa. Namun, arkeolog juga bertanya-tanya, mengapa tak ada temuan yang sama di Asia Selatan, Tenggara, dan belahan Bumi timur lainnya. Temuan ini menjadi bukti pertama keberadaan seni cadas yang usianya sebanding dengan yang di Eropa. Sekaligus, temuan ini menunjukkan bahwa wilayah Sulawesi, atau secara umumnya Indonesia, telah dihuni manusia yang mengenal seni sejak 40.000 tahun lalu.
Kini, satu pertanyaan yang tersisa. Bagaimana penyebaran seni cadas itu sebenarnya? Ada pendapat bahwa seni cadas telah berkembang sebelum manusia keluar dari Afrika. Mereka membawa tradisi itu ke mana pun mereka menyebar. Namun, pendapat ini masih perlu diuji.
Lukisan goa di kawasan karst Maros, Sulawesi, adalah temuan yang paling mencengangkan. Lukisan, atau yang lebih tepatnya disebut gambar cadas, itu berusia 40.000 tahun, paling tua di dunia. Usia gambar cadas itu terungkap berkat kerjasama arkeolog dari Pusat Arkeologi Nasional, Balai Arkeologi Makassar, Badan Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Makassar, dan Universitas Wollongong di Australia.
Gambar cadas yang ditemukan berbentuk tangan. Selain yang berusia 40.000 tahun, ditemukan pula gambar cadas lain yang lebih muda, diantaranya yang berupa gambar naturalis babirusa berusia 35.400 tahun.
Lukisan stensil tangan di Leang Timpuseng, kawasan karst Maros, Sulawesi, dinobatkan sebagai seni cadas tertua di dunia. Lukisan itu lebih tua dari stensil tangan di El Castillo berusia 37.300 tahun yang sebelumnya dianggap sebagai yang tertua. Usia lukisan stensil tangan tersebut diketahui lewat penelitian hasil kerjasama Pusat Arkeologi Nasional, Balai Arkeologi Makassar, Balai Peninggalan Cagar Budaya (BPCB) Makassar, University of Wollongong, dan Universitas Griffith sepanjang tahun 2011-2013. Sejumlah peneliti yang terlibat antara lain M Aubert dan Adam Brumm dari University of Wollongong, T Sutikna dan EW Saptomo dari Pusat Arkeologi Nasional, Budianto Hakim dari Balai Arkeologi Makassar, serta Muhammad Ramli dari BPCB Makassar.
Lukisan stensil tangan tersebut sebenarnya telah ditemukan bertahun-tahun lalu. Namun, penanggalan sebelumnya mengungkap bahwa usia lukisan tersebut jauh lebih muda dari yang terukur dalam studi ini. Dalam riset hingga tahun lalu, tim arkeolog menggunakan metode penanggalan uranium-thorium. Cara ini dinyatakan lebih akurat dari penanggalan karbon, dilakukan dengan mengukur perbandingan isotop uranium dan thorium.
Tim arkeolog mengambil sampel deposit kalsit di permukaan goa atau yang secara populer disebut "berondong goa". Deposit ini menutupi sebagian lukisan goa. Dengan menganalisis lapisan-lapisannya, arkeolog bisa memerkirakan usia lukisan. Sejumlah 19 sampel berondong gua diambil dari 7 goa di kawasan karst Maros. Sampel itu berasosiasi dengan 14 lukisan gua, terdiri dari 12 lukisan stensil tangan dan 2 lukisan figur hewan. Hasil analisis menunjukkan bahwa seni cadas di goa kawasan Maros berusia antara 17.400 - 39.900 tahun. Lukisan yang tertua adalah lukisan stensil tangan yang ditemukan di Leang Timpuseng.
Dalam makalah di jurnal Nature, tim arkeolog mengatakan, "lukisan itu kini menjadi jejak tertua manusia di Sulawesi serta lukisan yang tertua di antara banyak lukisan stensil yang tersebar di dunia." Lukisan stensil tangan tersebut berada pada ketinggian 4 meter dari dasar gua. Di sebelah kiri bawah lukisan stensil, terdapat lukisan babirusa betina yang usianya tak kalah tua, 35.400 tahun. Usia sejumlah lukisan stensil tangan dan figur hewan lain juga terungkap. Lukisan stensil tangan di Leang Jarie berusia 39.400 tahun. Sebagian besar lukisan berusia lebih tua dari 25.000 tahun.
Sebelumnya, ilmuwan menemukan beragam lukisan stensil goa dan bentuk seni cadas lain di Eropa. Namun, arkeolog juga bertanya-tanya, mengapa tak ada temuan yang sama di Asia Selatan, Tenggara, dan belahan Bumi timur lainnya. Temuan ini menjadi bukti pertama keberadaan seni cadas yang usianya sebanding dengan yang di Eropa. Sekaligus, temuan ini menunjukkan bahwa wilayah Sulawesi, atau secara umumnya Indonesia, telah dihuni manusia yang mengenal seni sejak 40.000 tahun lalu.
Kini, satu pertanyaan yang tersisa. Bagaimana penyebaran seni cadas itu sebenarnya? Ada pendapat bahwa seni cadas telah berkembang sebelum manusia keluar dari Afrika. Mereka membawa tradisi itu ke mana pun mereka menyebar. Namun, pendapat ini masih perlu diuji.
Next
« Prev Post Previous
Next Post »
« Prev Post Previous
Next Post »
Note: Only a member of this blog may post a comment.