Teknologi mobil tidak lagi tergolong canggih. Sudah sejak beberapa abad
lalu, manusia mampu membuat mobil. Mulai dari Eropa, teknologi mobil
berkembang di AS, kemudian ke Jepang sejak PD II. Dunia kini semakin
yakin bahwa mobil bukan lagi teknologi yang hebat ketika mobil buatan
Korsel mematahkan dominasi Jepang dan AS.
Jika Dahlan Iskan getol “mempropagandakan” mobil nasional
(mobnas), kita sebagai bangsa mestinya tidak apriori. Langkah serupa
juga pernah ditunjukkan Jokowi saat masih menjadi wali kota Solo. Mobil
buatan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) itu ditumpangi dari Solo sampai
Jakarta. Dengan pemahaman awam, Jokowi yang kini menjadi gubernur
Jakarta juga berpandangan bahwa mobil bukan produk yang mustahil bisa
diproduksi bangsa Indonesia. Esemka pun mampu membuat mobnas.
Indonesia membutuhkan pejabat negara yang peduli terhadap mobnas dan berbagai produk nasional yang mampu mengangkat kesejahteraan dan harkat bangsa ini. Sebagian rakyat yang sudah well-informed tidak rela Indonesia terusmenerus menjadi eksportir bahan mentah dan mengandalkan buruh murah dalam menghasilkan produk kompetitif.
Sudah sejak awal 1990-an, Indonesia mengembangkan mobnas. BJ Habibie —yang waktu itu Menteri Riset dan Teknologi— memproduksi Maleo, mobil dengan kapasitas mesin 1.200 cc untuk rakyat. Belum sempat rampung produk ini, Tommy Soeharto mendapat hak istimewa memproduksi mobnas dengan merek Timor. Tapi, kerja sama dengan KIA, Korsel ini, patah di tengah di jalan bersamaan dengan jatuhnya Orde Baru. PT Indomobil pada awal 1990-an juga memproduksi mobnas bernama MR (Mobil Rakyat) 90. Mobnas yang berasal dari Mazda 323 ini hanya sekali diproduksi. Tidak jelas alasan penghentian. Dari berbagai informasi diketahui, prinsipal dari Jepang tidak ingin Indonesia memiliiki mobnas. Pasar Indonesia merupakan pasar sangat potensial bagi berbagai merek mobil dan sepeda motor asal Jepang.
Grup Bosowa dan Bakrie Brothers pernah mengembangkan mobnas, masing-masing, Kalla Motor dab Bakrie Beta MPV. Usaha yang lebih serius pernah dilakukan Texmaco. Menjelang krisis ekonomi 1998, Texmaco memproduksi truk dan bus Perkasa. Dua jenis kendaraan ini sempat terjual dan dioperasikan, antara lain oleh TNI. Prototipe mobil jenis niaga untuk penumpang dengan nama “Carnesia” pernah diproduksi Texmaco. Tapi, krisis ekonomi dan penanganan pemerintah yang keliru terhadap perusahaan nasional waktu itu membuat Carnesia tidak bisa diroduksi dalam jumlah besar.
PT Dirgantara Indonesia —BUMN yang bergerak di bidang industri pesawat— pernah mengembangkan Gang Car, mobil mini berkapasitas dua orang. Mobil berkapasitas 200 cc ini didesain dalam ukuran cukup kecil, sehingga bisa beroperasi di gang-gang sempit di daerah perkotaan. Proyek ini tidak pernah terdengar lagi.
Ada lagi Marlip, mobil listrik produksi PT Marlip Indo Mandiri (MIM), perusahaan yang khusus didirikan melalui hasil riset Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) dan merupakan perusahaan pertama di Indonesia yang memproduksi mobil listrik. Saat ini MIM memfokuskan usaha produksi kendaraan listrik untuk rumah sakit, padang golf, area pabrik, perkantoran, lapangan bola, area hotel, resort, tempat-tempat wisata dan sejenisnya.
Masih banyak lagi mobnas yang pernah dikembangkan di Indonesia. Sebutlah Arina, Tawon, Komodo, Esemka, Makaba, mobil perkotaan atau city-car seperti GEA, mobil Esemka, wakaba, dan terakhir mobil listrik, Tucuxi.
Pemerintah saat ini tengah mengembangkan mobnas tenaga lsitrik untuk tahun 2014. Produksi mobnas bertenaga listrik ini dipersiapkan pemerintah dengan melibatkan enam universitas, yaitu Universitas Indonesia (UI), Universitas Gadjah Mada (UGM), Institut Teknologi Bandung (ITB), Institut Teknologi Sepuluh November (ITS), Universitas Sebelas Maret Surakarta (UNS), dan Politeknik Manufaktur Bandung.
Pada tahun 2012, penjualan mobil di Indonesia menembus 1 juta unit. Seiring dengan jumlah kelas menengah, pasar otomotif Indonesia akan semakin menggiurkan. Kita mengimbau pemerintah memberikan dukungan lebih nyata terhadap produksi mobnas yang menggunakan energi terbarukan. Listrik dari gas dan batubara bukan energi terbarukan, melainkan masih energi fosil. Namun, mobil listrik merupakan langkah awal menuju mobil dengan energi terbarukan.
Di Jepang, Panasonic sudah memproduksi battery dari tenaga matahari untuk mobil. Dalam lima tahun akan datang, RRT akan menjadi salah satu produsen mobil terbesar di dunia. Lewat strategi “ATM” (amati, tiru, dan modifikasi), RRT kini sudah memproduksi mobil dengan merek sendiri. Dengan dukungan pasar dalam negeri yang besar, negara berpenduduk 1,4 miliar itu sangat mungkin menjadi produsen otomotif terbesar dunia.
Tidak ada ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) yang tidak bisa dipelajari. Putra-putri Indonesia siap membangun industri nasional, industri yang mempoduksi berbagai jenis logam, mesin, elektronik, otomotif, dan produk telekomunikasi. Korsel sudah punya Samsung dan LG di bidang elekronik. Negeri Gingseng itu sudah punya Hyunday dan KIA di sektor otomotif. RRT sudah punya Lenovo, salah satu industri elektronik terbesar di dunia.
Dengan kemampuan ini, Indonesia perlu segera didorong menjadi negara industri. Negara yang mengandalkan iptek untuk mengembangkan industri manufaktur dan otomotif. Saat ini, pertanian masih menjadi penyerap terbesar tenaga kerja, yakni 38,9 juta atau 35% dari total tenaga kerja. Namun, kontribusi pertanian terhadap PDB tinggal 15,1%. Sedang industri yang menyerap 13,9% tenaga kerja mampu menyumbang 23,7% terhadap PDB.
Pemerintah perlu memberikan dukungan nyata terhadap pengembangan industri manufaktur, industri dasar, industri barang modal, dan industri otomotif. Hilirisasi perlu segera menjadi kenyataan. Jika ada keberpihakan dan dukungan tegas dari pemerintah, Indonesia, tidak lama lagi, segera menjadi negara industri. Negara yang memiliki mobnas. Negara yang mampu mengisi pasar lokal dengan produksi sendiri.
CARNESIA Buatan PERKASA |
Indonesia membutuhkan pejabat negara yang peduli terhadap mobnas dan berbagai produk nasional yang mampu mengangkat kesejahteraan dan harkat bangsa ini. Sebagian rakyat yang sudah well-informed tidak rela Indonesia terusmenerus menjadi eksportir bahan mentah dan mengandalkan buruh murah dalam menghasilkan produk kompetitif.
Sudah sejak awal 1990-an, Indonesia mengembangkan mobnas. BJ Habibie —yang waktu itu Menteri Riset dan Teknologi— memproduksi Maleo, mobil dengan kapasitas mesin 1.200 cc untuk rakyat. Belum sempat rampung produk ini, Tommy Soeharto mendapat hak istimewa memproduksi mobnas dengan merek Timor. Tapi, kerja sama dengan KIA, Korsel ini, patah di tengah di jalan bersamaan dengan jatuhnya Orde Baru. PT Indomobil pada awal 1990-an juga memproduksi mobnas bernama MR (Mobil Rakyat) 90. Mobnas yang berasal dari Mazda 323 ini hanya sekali diproduksi. Tidak jelas alasan penghentian. Dari berbagai informasi diketahui, prinsipal dari Jepang tidak ingin Indonesia memiliiki mobnas. Pasar Indonesia merupakan pasar sangat potensial bagi berbagai merek mobil dan sepeda motor asal Jepang.
Grup Bosowa dan Bakrie Brothers pernah mengembangkan mobnas, masing-masing, Kalla Motor dab Bakrie Beta MPV. Usaha yang lebih serius pernah dilakukan Texmaco. Menjelang krisis ekonomi 1998, Texmaco memproduksi truk dan bus Perkasa. Dua jenis kendaraan ini sempat terjual dan dioperasikan, antara lain oleh TNI. Prototipe mobil jenis niaga untuk penumpang dengan nama “Carnesia” pernah diproduksi Texmaco. Tapi, krisis ekonomi dan penanganan pemerintah yang keliru terhadap perusahaan nasional waktu itu membuat Carnesia tidak bisa diroduksi dalam jumlah besar.
PT Dirgantara Indonesia —BUMN yang bergerak di bidang industri pesawat— pernah mengembangkan Gang Car, mobil mini berkapasitas dua orang. Mobil berkapasitas 200 cc ini didesain dalam ukuran cukup kecil, sehingga bisa beroperasi di gang-gang sempit di daerah perkotaan. Proyek ini tidak pernah terdengar lagi.
Ada lagi Marlip, mobil listrik produksi PT Marlip Indo Mandiri (MIM), perusahaan yang khusus didirikan melalui hasil riset Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) dan merupakan perusahaan pertama di Indonesia yang memproduksi mobil listrik. Saat ini MIM memfokuskan usaha produksi kendaraan listrik untuk rumah sakit, padang golf, area pabrik, perkantoran, lapangan bola, area hotel, resort, tempat-tempat wisata dan sejenisnya.
Masih banyak lagi mobnas yang pernah dikembangkan di Indonesia. Sebutlah Arina, Tawon, Komodo, Esemka, Makaba, mobil perkotaan atau city-car seperti GEA, mobil Esemka, wakaba, dan terakhir mobil listrik, Tucuxi.
Pemerintah saat ini tengah mengembangkan mobnas tenaga lsitrik untuk tahun 2014. Produksi mobnas bertenaga listrik ini dipersiapkan pemerintah dengan melibatkan enam universitas, yaitu Universitas Indonesia (UI), Universitas Gadjah Mada (UGM), Institut Teknologi Bandung (ITB), Institut Teknologi Sepuluh November (ITS), Universitas Sebelas Maret Surakarta (UNS), dan Politeknik Manufaktur Bandung.
Pada tahun 2012, penjualan mobil di Indonesia menembus 1 juta unit. Seiring dengan jumlah kelas menengah, pasar otomotif Indonesia akan semakin menggiurkan. Kita mengimbau pemerintah memberikan dukungan lebih nyata terhadap produksi mobnas yang menggunakan energi terbarukan. Listrik dari gas dan batubara bukan energi terbarukan, melainkan masih energi fosil. Namun, mobil listrik merupakan langkah awal menuju mobil dengan energi terbarukan.
Di Jepang, Panasonic sudah memproduksi battery dari tenaga matahari untuk mobil. Dalam lima tahun akan datang, RRT akan menjadi salah satu produsen mobil terbesar di dunia. Lewat strategi “ATM” (amati, tiru, dan modifikasi), RRT kini sudah memproduksi mobil dengan merek sendiri. Dengan dukungan pasar dalam negeri yang besar, negara berpenduduk 1,4 miliar itu sangat mungkin menjadi produsen otomotif terbesar dunia.
Tidak ada ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) yang tidak bisa dipelajari. Putra-putri Indonesia siap membangun industri nasional, industri yang mempoduksi berbagai jenis logam, mesin, elektronik, otomotif, dan produk telekomunikasi. Korsel sudah punya Samsung dan LG di bidang elekronik. Negeri Gingseng itu sudah punya Hyunday dan KIA di sektor otomotif. RRT sudah punya Lenovo, salah satu industri elektronik terbesar di dunia.
Dengan kemampuan ini, Indonesia perlu segera didorong menjadi negara industri. Negara yang mengandalkan iptek untuk mengembangkan industri manufaktur dan otomotif. Saat ini, pertanian masih menjadi penyerap terbesar tenaga kerja, yakni 38,9 juta atau 35% dari total tenaga kerja. Namun, kontribusi pertanian terhadap PDB tinggal 15,1%. Sedang industri yang menyerap 13,9% tenaga kerja mampu menyumbang 23,7% terhadap PDB.
Pemerintah perlu memberikan dukungan nyata terhadap pengembangan industri manufaktur, industri dasar, industri barang modal, dan industri otomotif. Hilirisasi perlu segera menjadi kenyataan. Jika ada keberpihakan dan dukungan tegas dari pemerintah, Indonesia, tidak lama lagi, segera menjadi negara industri. Negara yang memiliki mobnas. Negara yang mampu mengisi pasar lokal dengan produksi sendiri.
Next
« Prev Post Previous
Next Post »
« Prev Post Previous
Next Post »
Note: Only a member of this blog may post a comment.