Menurut Skinner
(1938) perilaku merupakan hasil hubungan antara rangsangan (stimulus)
dan tanggapan (respon). Dalam sebuah buku yang berjudul “Perilaku
Manusia” Drs. Leonard F. Polhaupessy, Psi. menguraikan perilaku
adalah sebuah gerakan yang dapat diamati dari luar, seperti orang
berjalan, naik sepeda, dan mengendarai motor atau mobil.
Karakteristik Pengemudi
Menurut Dr Yvonne Barnard University Of Leeds, Karakteristik pengemudi adalah sebagai berikut:
Menurut Prof.Dr.H.M.Joesoef Simbolon,
Manusia berperilaku atau beraktifitas karena adanya kebutuhan untuk
mencapai suatu tujuan. Berbagai pendapat telah tertuang pada buku
tentang perilaku, dan berbicara tentang perilaku tidak akan
habis-habisnya. Untuk itu kita persingkat saja untuk membicarakan sikap,
dan disimpulkan bahwa :
Perilaku adalah tanggapan terhadap hasil hubungan timbal balik antara rangsangan dan keinginan. Faktor – faktor yang mempengaruhi perilaku
- Faktor Internal
Faktor internal
adalah perilaku yang sangat dipengaruhi oleh faktor yang ada dalam diri
yang bersangkutan. Sebelumnya telah dituangkan pembentukan sikap
melalui faktor internal dan eksternal. Sedangkan kondisi genetika
seseorang menunjukkan tingkat kecerdasan, tingkat kesehatan, emosional
dan lain-lain. Sikap dan kondisi genetika yang ada dalam diri seseorang
menjadikan dasar, pijakan, prinsip, pedoman untuk berperilaku, yakni
perilaku internal.
- Faktor Lingkungan
Faktor lingkungan
merupakan faktor eksternal yang berpengaruh terhadap perilaku
seseorang. Lingkungan diantaranya adalah fisik, sosial-ekonomi,
budaya masyarakat, norma, politik dan sebagainya. Lingkungan setiap
orang berbeda-beda antara yang satu dengan yang lain. Pengemudi memiliki
lingkungan yang berbeda dengan penumpang serta pejalan kaki. Lingkungan
tersebut juga sangat terkait dengan tempat dan waktu berperilaku.
Lingkungan seorang pengemudi pada saat mengemudi kendaraan adalah:
- kendaraan itu sendiri (lingkungan fisik);
- karateristik lalu lintas (lingkungan fisik dan budaya pengemudi);
- jalan (lingkungan fisik);
- marka (norma);
- lingkungan jalan seperti pedagang kaki lima (sosio-ekonomi, budaya, pendidikan, ketaatan beragama);
- penumpang pada kendaraan (budaya, ketaatan beragama, pendidikan);
- udara (lingkungan fisik);
- cahaya (lingkungan fisik);
- dan lain-lain.
Hal-hal yang ada pada lingkungan tersebut merupakan rangsangan bagi pengemudi. Disisi lain, perjalananan yang dilakukan merupakan suatu kebutuhan. Rangsangan dan kebutuhan harus ditanggapi saat itu juga. Hubungan
timbal balik antara rangsangan, kebutuhan, tanggapan adalah perilaku
pengemudi pada saat mengemudikan kendaraan itu sendiri. Hanya bagaimana
SIKAP menanggapi pada saat itu, apakah cenderung “SELAMAT” atau “MUDAH
DIJANGKAU”.
Apabila pengemudi
menemukan jalan rusak, maka perilaku pengemudi akan berbeda dengan jalan
yang tidak rusak. Apabila menemukan pedagang kaki lima di bahu jalan,
maka perilaku pengemudi akan berbeda dengan tidak menemukan pedagang
kaki lima.
Catatan : Perilaku akan menjadi pengalaman pribadi untuk menjadi sikap yang baru.
Pembentukan Perilaku
Perilaku mengemudi sopan dan aman secara
signifikan mengurangi risiko trauma jalan. Kebiasaan mengemudi yang
baik yang ditunjukkan oleh pengemudi kendaraan, baik selama maupun di
luar pekerjaan, memiliki aliran-pada efek kepada masyarakat luas dan
meningkatkan keselamatan secara keseluruhan. Berlatar belakang ini, maka
pengemudi yang dikembangkan memiliki tiga basis kecerdasan (Quotient), yakni :
- Kecerdasan Berpikir (Intelligence Quotient)
Menurut David Wechsler, inteligensi adalah kemampuan untuk bertindak secara terarah, berpikir secara rasional, dan menghadapi lingkungannya secara efektif.
secara garis besar dapat disimpulkan bahwa inteligensi adalah suatu
kemampuan mental yang melibatkan proses berpikir secara rasional. Oleh
karena itu, inteligensi tidak dapat diamati secara langsung, melainkan
harus disimpulkan dari berbagai tindakan nyata yang merupakan
manifestasi dari proses berpikir rasional. Terkait dengan keselamatan
lalu lintas memiliki kecerdasan dan kecekatan mengemudikan kendaraan
dengan berbagai situasi lalu lintas di jalan.
- Kecerdasan Emosional (Emotional Quotient)
Steiner (1997) menjelaskan pengertian kecerdasan emosional adalah
suatu kemampuan yang dapat mengerti emosi diri sendiri dan orang lain,
serta mengetahui bagaimana emosi diri sendiri terekspresikan untuk
meningkatkan maksimal etis sebagai kekuatan pribadi. Kecerdasan
emosional digambarkan sebagai kemampuan untuk memahami suatu kondisi
perasaan seseorang, bisa terhadap diri sendiri ataupun orang lain.
Terkait dengan pengemudi, bahwa pengemudi tidak hanya peduli terhadap
kelancaran dan keselamatan diri sendiri, tetapi memiliki kepedulian
terhadap keselamatan pengguna jalan yang lain.
- Kecerdasan Spiritual (Spiritual Quotient)
Pertama kali digagas
oleh Danar Zohar dan Ian Marshall, masing-masing dari Harvard
University dan Oxford University. Dikatakan bahwa kecerdasan spiritual
adalah sebagai kecerdasan untuk menghadapi persoalan makna atau value
untuk menempatkan perilaku dan hidup kita dalam konteks makna yang lebih
luas dan kaya. Kecerdasan ini terletak dalam suatu titik yang disebut
dengan God Spot. Mulai populer pada awal abad 21. Melalui
kepopulerannya yang diangkat oleh Danar Zohar dalam bukunya Spiritual
Capital dan berbagai tulisan seperti The Binding Problem karya Wolf
Singer.Kecerdasan inilah yang menurut para pakar sebagai penentu
kesuksesan seseorang. Kecerdasan ini menjawab berbagai macam pertanyaan
dasar dalam diri manusia.
Di dalam suatu
tabrakan di jalan raya kemungkinan adanya interaksi antara bermacam
faktor, antara lain: faktor lingkungan (seperti:cuaca, kondisi jalan,
lalu lintas); faktor kendaraan (seperti: tipe, kondisi kendaraan); dan
pengemudi (seperti: kemampuan motorik dan kognitif, kelelahan, tingkah laku, penggunaan alkohol). Dari seluruh faktor-foktor tersebut, perilaku pengemudi (driver behaviour)
diyakini menjadi sangat menonjol dan menyebabkan 80-90% dari seluruh
tabrakan di jalan (Treat dkk., 1979). Bagaimana seseorang akan
mengemudi, dan bagaimana mereka memilih untuk mengendara, mempunyai significant impact untuk dapat mengalami
resiko tabrakan. Mengemudi dalam kondisi tidak aman, liar, dan tindakan
mengundang resiko merupakan contoh dari perilaku yang memungkinkan
mengundang dan memacu terjadi kecelakaan.
Karakteristik Pengemudi
Menurut Dr Yvonne Barnard University Of Leeds, Karakteristik pengemudi adalah sebagai berikut:- Karakteristik demografi: jenis kelamin, usia, negara, tingkat pendidikan, pendapatan, latar belakang sosial-budaya, hidup dan kondisi kehidupan;
- Ciri-ciri kepribadian dan karakteristik fisik: mencari sensasi, keterampilan kognitif,gangguan fisik atau kelemahan fisik
- Sikap dan niat: sikap terhadap kecepatan berkendara, keselamatan, lingkungan, teknologi
- Pengalaman, partisipasi lalu lintas dan motivasi, Pengalaman selama bertahun-tahun, tingkat Profesionalitas.
Deskripsi dari model global perilaku pengemudi |
Golongan Pengemudi
Menurut Hobbs, (1995) pengemudi
digolongkan antara pengemudi yang aman dan tidak aman. Empat kategori
pengemudi diindentifikasi setelah mengamati kinerja mereka dalam
mengendarai kendaraan pada suatu rute. Kategori setiap pengemudi dapat
dilihat pada bagian uraian berikut:
- Safe (S, aman): sangat sedikit kecelakaan, memakai sinyal dengan baik, tidak melaksanakan gerakan yang tidak umum. Frekuensi menyalip sama dengan frekuensi menyiap.
- Dissociated active (DA, aktif terpisah): banyak mendapat kecelakaan dan gerakannya berbahaya, mengemudi dengan cara seenaknya, sedikit memberi sinyal dan jarang melihat kaca spion. Tersalip lebih sering dari pada menyalip.
- Dissociated passive (DP, pasif terpisah): kesadaran rendah, mengemudi di daerah median, dan dengan hanya sedikit penyesuaian dengan kondisi sekitar. Tersalip lebih jarang dibanding menyalip.
- Injudicious (I, kemampuan menilai kurang): estimasi jarak tidak baik, dan gerakannya tidak umum, terlalu sering melihat kaca spion, dan sering hampir mendapat kecelakaan. Gerakan menyalip tidak baik.
Perilaku Berlalu lintas yang baik
Perilaku lalu lintas yang tidak teratur
akan menimbulkan meningkatkan peluang kecelakaan lalu lintas. Pengemudi
yang mengemudikan kendaraannya dengan zigzag, melanggar rambu, marka,
lampu lalu lintas dan sebagainya merupakan contoh perilaku pengemudi
yang tidak baik dalam berlalu lintas.
Perilaku lalu lintas yang teratur akan
mengurangi peluang terjadinya kecelakaan lalu lintas. Seorang pengemudi
yang mengendarai kendaraannya dengan tidak zigzag dan mengikuti
peraturan lalu lintas yang ditetapkan, tentu akan terhindar dari
terjadinya kecelakaan. Oleh sebab itu, sebagai pengemudi kita harus
memiliki sikap dan perilaku yang baik untuk menjamin keselamatan kita di
jalan.
Next
« Prev Post Previous
Next Post »
« Prev Post Previous
Next Post »
Note: Only a member of this blog may post a comment.