Jakarta, 27
September 2013—
Kontroversi mobil murah terus
berlangsung. Pendapat pro maupun kontra belum mereda. Mobil murah pun dituding
menambah kemacetan di kota-kota di Indonesia. Mobil murah juga ditentang karena
hadir justru saat infrastruktur transportasi belum terbangun.
Konsep low-cost green car
(LCGC) bahkan ditertawakan di media sosial.
Perdebatan soal “green car” misalnya mengemuka ketika LCGC ternyata
tetap mengonsumsi bahan bakar minyak. Kita salah bila menganggap “green car”
itu dijalankan dengan bahan bakar gas atau bahkan listrik!
Bahkan Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 33 Tahun 2013—yang
mengganti istilah LCGC dengan kendaraan bermotor roda empat hemat energi dan
harga terjangkau (KBH2)—tidak melarang mobil murah mengonsumsi premium. Subsidi BBM tahun 2014 mungkin tembus Rp 200
triliun!
“Di sisi lain, kalau boleh
jujur, masa depan infrastruktur transportasi di negeri ini belum memperlihatkan
titik terang. MRT dan monorel belum dibangun. Sementara itu, terjadi penurunan
kualitas layanan Trans Jakarta dan angkutan umum lain karena angkutan umum
darat tak pernah dibela pemerintah dan kita semua,” kata Ketua Umum Organda Eka
Sari Lorena.
Sampul Buku AYO LAWAN KEMACETAN |
Buku AYO LAWAN KEMACETAN |
Mencermati negara-negara maju
ternyata kultur mobil pun telah digantikan keberpihakan terhadap angkutan umum
massal. Kaum muda (dan kaya) di negara maju bahkan memilih naik angkutan umum
atau bersepeda daripada naik mobil
pribadi dengan resiko macet dan pusing mencari parkiran.
Mengapa angkutan umum yang
nyaman masih sekedar mimpi di Republik ini? Mengapa penjualan mobil terus
meningkat sebaliknya layanan angkutan umum menurun? Mengapa peluncuran mobil
murah disambut meriah? Mengapa kemacetan tak mereda bahkan makin parah?
Ketua Umum Organisasi Pengusaha
Nasional Angkutan Bermotor di Jalan (Organda) Eka Sari Lorena pun berniat
mendudukkan perkara soal angkutan umum—juga tentu saja tentang mobil murah.
Jawaban tuntas seorang Eka Sari Lorena terangkum dalam buku “Ayo Lawan
Kemacetan”.
Buku setebal lebih dari 300
halaman itu, diterbitkan oleh Penerbit Buku KOMPAS, dan mulai dapat
diperoleh di jaringan Toko Buku Gramedia dan toko buku lain sejak Sabtu
(28/9/2013).
Untuk mendengarkan pemaparan langsung
dari Ketum Organda Eka Sari Lorena terkait upaya mengatasi kemacetan di jalan raya, termasuk
membahas mendalam soal mobil murah, akan diadakan Diskusi Buku “Ayo Lawan
Kemacetan”.
Diskusi itu, akan digelar bersamaan dengan hari terakhir Indonesia
International Motor Show (IIMS) 2013—dimana dalam IIMS 2013, diluncurkan
mobil-mobil murah terbaru. Diskusi digelar, pada:
Hari/ Tanggal : Minggu, 29 September 2013
Waktu : Pukul 14.00-16.00
Lokasi : Toko Buku Gramedia, Pondok Indah
Mal 1, Jakarta Selatan
Pembicara : Eka Sari Lorena, Ketua Umum DPP
Organda
Pembahas : Jusman Syafii Djamal, Mantan
Menteri Perhubungan RI
Diskusi dan bedah buku, juga
akan mengupas perilaku sebagian pengendara dan pengemudi yang ternyata masih
dibawah umur. Tempo hari, putera dari musisi ternama kita juga mengalami kecelakaan di jalan tol dengan
dugaan tanpa memiliki SIM. Nah, bagaimanakah polisi dan pengawasan kita selama
ini bagi anak-anak muda yang berkendara tanpa aturan?
Sekedar mengutip data kepolisian (2010), ternyata dari profil pelaku lalu lintas, sebanyak 38 persen
pengendara motor tidak mengantongi SIM C. Ya ampun, tidak memiliki SIM tetapi
dapat melaju di jalan raya. Luar biasanya negeri ini.
Banyak hal lain juga akan dibahas dalam diskusi buku ini, diantaranya
terkait kemacetan di Pulau Bali yang makin dikeluhkan padahal Bali merupakan
“etalase” Indonesia. Tol Bali (Benoa-Ngurah Rai-Nusa Dua) pun diprediksi tak
optimal karena juga ada kemacetan di daerah lain seperti di Kota Denpasar,
Kuta, Legian, bahkan Ubud—yang jauh dari Tol itu.
“Trans Jakarta juga perlu untuk dibenahi. Bukan hanya dari
sisi peremajaan bus, tetapi lebih dalam lagi dimulai dari pembenahan manajemen.
Itu penting bila tidak maka kualitasnya menurun sehingga masyarakat tetap
memilih naik angkutan umum,” kata Eka Sari Lorena.
Eka juga akan menjelaskan soal kultur dan kesediaan warga untuk naik
transportasi umum. Karena, seandainya pemerintah dalam waktu semalam dapat
membangun 20 jalur subway dan 30 jalur Trans Jakarta, akankah kemacetan
terurai?
Belum tentu. Mengapa? Kemacetan takkan terurai tanpa niat kuat Anda
sekalian untuk meninggalkan kendaraan pribadi Anda di garasi rumah. Kemacetan
tetap saja terjadi, tanpa Anda melangkah
menaiki angkutan umum atau berbagai ruang di kendaraan.
Padahal ancaman kemacetan
total bukan sekedar isapan jempol tetapi makin dirasakan bersama-sama.
Kemacetan kian menjadi pembicaraan di keseharian. Macet makin menjadi “trending
topics” di media sosial.
Melalui buku “Ayo Melawan Kemacetan”, Eka berharap dapat mengetuk hati
banyak orang untuk membantu mengurangi kemacetan. Meskipun perjuangan Anda
hanya sekedar meresonansi gagasan yang tertuang dalam buku ini ke saudara,
tetangga, dan teman-temanmu; Eka tetap mensyukurinya. Dia percaya perjuangan
tersebut tetap bermakna besar untuk memerdekakan kita dari kemacetan.
Jadi, tidak peduli siapakah Anda. Apakah Anda
kurir? Apakah Anda pebisnis, yang mulai kehilangan waktu untuk bertemu tiga
klien sehari? Apakah Anda mahasiswa atau pelajar, yang makin sulit mengunjungi teman? Atau, mungkin Anda ibu
rumah tangga, yang musti meluangkan waktu dua jam untuk ke tempat arisan? Siapa
pun Anda, camkanlah bahwa kemacetan harus dilawan.
Tanamkan ke dalam benak dan alam
bawah sadar Anda bahwa kemacetan sudah keterlaluan dan sangat memuakkan. Perang
melawan kemacetan adalah perang kita bersama.
Ibu Eka Sari Lorena Dalam Ruang Kemudi Bus LORENA Miliknya |
Jakarta, 27
September 2013
Catatan:
Eka Sari Lorena,
adalah Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat (DPP) ORGANDA (2010-2015)
Master of Business Administration, University of San Fransisco,
California
Peraih Multi Nation Program dari Eisenhower Fellowships di USA
satu dari 20 the Most Powerful Women 2013 versi Majalah Fortune Indonesia
satu dari 20 the Most Powerful Women 2013 versi Majalah Fortune Indonesia
Organda,
Organisasi Pengusaha Nasional Angkutan Bermotor di Jalan (Organda)
didirikan 30 Juni 1962. Inilah organisasi mitra pemerintah satu-satunya di
sektor transportasi darat. Kini, tercatat ada 1,5 juta anggota—yang seluruhnya
pengusaha. Ada 33 Dewan Pimpinan Daerah Organda, dengan didukung 450 Dewan
Pimpinan Cabang. Termasuk di dalamnya, Organda Cabang Khusus Pelabuhan seperti
di Pelabuhan Perak, Surabaya, di Tanjung Priok, Jakarta, dan di Belawan, di
Sumatera Utara. Organda mengurusi mulai
dari bajaj, angkot, metromini, kopaja, bus Antar Kota Antar Provinsi hingga
truk kontainer.
Next
« Prev Post Previous
Next Post »
« Prev Post Previous
Next Post »
Note: Only a member of this blog may post a comment.