Universitas Leiden, universitas tertua di Belanda yang didirikan oleh Pangeran Willem van Oranje pada tahun 1575, merupakan universitas yang memiliki manuskrip-manuskrip dan penelitian khusus mengenai Sastra Jawa. Universitas yang memiliki motto “Praesidium Libertatis” ini merupakan kampus dari beberapa tokoh dalam dunia Sastra Jawa seperti, Johannes Jacobus Ras, Theodoor Gautier Thomas Pigeaud, Poerbatjaraka, Bernard Arps, Tjan Tjoe Siem, dan P.J. Zoetmulder. Tokoh-tokoh ini telah diakui kepiawaian dan dedikasinya dalam bidang Bahasa dan Sastra Jawa, bahkan oleh Bangsa Indonesia sendiri.
Sebagai salah satu universitas terbaik dalam bidang Art & Humanities, di Universitas Leiden ini masih tersimpan dengan sangat rapi manuskrip-manuskrip jawa kuno. Selain itu, disana juga masih terdapat berbagai naskah Jawa kontemporer yang masih terjaga dengan sangat baik.
Sejak abad ke XIX, Belanda membentuk Instituutvoor de Javaansche Taal (Lembaga Bahasa Jawa) yang kemudian bermetamorfosis menjadi ruang untuk penelitian dan pembakuan Jawa yang selanjutnya dilakukan pengesahan akademik di Universitas Leiden. Para javanolog Belanda dalam Instituut voor de Javaansche Taalini menggali kesusastraan, bahasa dan sejarah Jawa kuno yang telah lama menghilang di kalangan orang Jawa. Untuk kemudian menghidupkan kembali tradisi Jawa kuno. Lalu dibakukanlah Bahasa Jawa yang digunakan adalah Bahasa Jawa model Solo.
Saat ini, ada sekitar 26.000 manuskrip kuno Indonesia yang terdapat di Belanda. Manuskrip-manuskrip dan naskah Jawa kontemporer ini tentunya tak sekadar disimpan di perpustakaan sebagai warisan semata, tetapi para mahasiswa di Universitas Leiden yang jumlahnya mencapai ribuan ini mengapresiasi naskah-naskah kuno ini dengan mempelajari dan mendiskusikannya sebagai sebuah studi yang sangat menarik.
Ini adalah sebuah ironi, mempelajari Bahasa dan Sastra Jawa kepada ahli Lingustik Belanda. Tapi buanglah gengsi. Akuilah bahwa ada pihak lain yang begitu serius untuk melestarikan Budaya dan Sastra Jawa, yang oleh pemilik aslinya hampir ditinggalkan. Kita harus berbangga sekaligus malu sendiri dengan adanya bukti bahwa Belanda begitu serius dalam menjaga kelestarian Jawa dengan memaknainya sebagai bahasa, sastra, seni, dan ilmu pengetahuan. Perkembangan globalisasi yang menyebabkan terbukanya pintu masuk budaya negara lain seharusnya tidak sampai mengikis akan kecintaan terhadap budaya sendiri.
Sebagai salah satu universitas terbaik dalam bidang Art & Humanities, di Universitas Leiden ini masih tersimpan dengan sangat rapi manuskrip-manuskrip jawa kuno. Selain itu, disana juga masih terdapat berbagai naskah Jawa kontemporer yang masih terjaga dengan sangat baik.
Sejak abad ke XIX, Belanda membentuk Instituutvoor de Javaansche Taal (Lembaga Bahasa Jawa) yang kemudian bermetamorfosis menjadi ruang untuk penelitian dan pembakuan Jawa yang selanjutnya dilakukan pengesahan akademik di Universitas Leiden. Para javanolog Belanda dalam Instituut voor de Javaansche Taalini menggali kesusastraan, bahasa dan sejarah Jawa kuno yang telah lama menghilang di kalangan orang Jawa. Untuk kemudian menghidupkan kembali tradisi Jawa kuno. Lalu dibakukanlah Bahasa Jawa yang digunakan adalah Bahasa Jawa model Solo.
Saat ini, ada sekitar 26.000 manuskrip kuno Indonesia yang terdapat di Belanda. Manuskrip-manuskrip dan naskah Jawa kontemporer ini tentunya tak sekadar disimpan di perpustakaan sebagai warisan semata, tetapi para mahasiswa di Universitas Leiden yang jumlahnya mencapai ribuan ini mengapresiasi naskah-naskah kuno ini dengan mempelajari dan mendiskusikannya sebagai sebuah studi yang sangat menarik.
Ini adalah sebuah ironi, mempelajari Bahasa dan Sastra Jawa kepada ahli Lingustik Belanda. Tapi buanglah gengsi. Akuilah bahwa ada pihak lain yang begitu serius untuk melestarikan Budaya dan Sastra Jawa, yang oleh pemilik aslinya hampir ditinggalkan. Kita harus berbangga sekaligus malu sendiri dengan adanya bukti bahwa Belanda begitu serius dalam menjaga kelestarian Jawa dengan memaknainya sebagai bahasa, sastra, seni, dan ilmu pengetahuan. Perkembangan globalisasi yang menyebabkan terbukanya pintu masuk budaya negara lain seharusnya tidak sampai mengikis akan kecintaan terhadap budaya sendiri.
Next
« Prev Post Previous
Next Post »
« Prev Post Previous
Next Post »
Note: Only a member of this blog may post a comment.