Oplet sudah beropersi di Jakarta sejak tahun 1930-an. Dahulu oplet terbatas di Jakarta Timur yakni daerah Pasar Kramat Jati, Cijantung, Cibubur, Cilangkap juga Cisalak. Tetapi, sejak tahun 1950-an oplet mendapat izin trayek resmi sehingga wilayah operasinya semakin lebar. Ada trayek Jatinegara – Kota, Kampung Melayu – Tanah Abang, Kota – Tanjung Priok, dan Tanah Abang – Kebayoran Lama. Hingga tahun 1970-an, oplet masih menjadi primadona. Bis-bis sedang dan besar belum ada.
OPLET Di Jl Salemba
Oplet dibuat dari mobil sedan merk MORRIS buatan Inggris. Selain itu, ada juga mobil merek AUSTIN. Maka jangan heran kalau orang Betawi lebih suka menyebut ostin, bukan oplet. Pabrik karoseri untuk memodifikasi oplet, pada masa lalu ada di Meester Camelis. Dalam modifikasinya bagian oplet dibagi dua. Bagian pertama untuk sopir dengan pintu samping dan penumpang satu orang. Kedua untuk penumpang di belakang. Lantai oplet untuk penumpang terbuat dari kayu, atap terbuat dari seng dengan rangka kayu. Jendela dari kayu dengan bentang plastik yang dapat dinaik-turunkan. Tangki bensin ada di bagian dalam, di antara kaki-kaki penumpang.
Oplet memiliki lampu sein yang sangat unik, berada di luar sisi kanan dan kiri. Kalau akan berbelok ke kanan, maka tongkat kecil berwarna kuning akan naik seperti portal. Begitu juga yang sebelah kiri. Klakson oplet juga unik karena berada di bagian luar. Memakainya harus dipencet-pencet karena terbuat dari karet. Bunyinya teot..teot seperti mainan anak-anak. Umumnya, oplet bisa mengangkut 10 penumpang.
Apabila penumpang ingin menyewa oplet, maka dipakai sistem borongan. Artinya, hanya ada satu orang (penyewa saja) yang naik oplet sehingga tidak boleh mengangkut penumpang lain. Sopir oplet harus memberi uang rokok kepada pelindung pangkalan atau anak muda yang minta uang, agar trayeknya aman. Popularitas oplet kembali terangkat tahun 1990-an sejak munculnya sinetron ‘Si Doel Anak Sekolahan` di stasiun televisi RCTI. Si Doel yang asli Betawi memiliki oplet sebagai mata pencahariannya.
Namun, faktor usia menjadi kendala bagi kelangsungan hidup Oplet di Jakarta. Saking tuanya, oplet yang sudah tidak bisa jalan dimodifikasi dan diganti onderdilnya dengan onderdil kendaraan lain. Hal itu membuat Gubernur DKI saat itu, Tjokropranolo (1977-1982) mengambil sikap. Tjokropranolo yang menjabat sebagai gubernur DKI setelah Ali Sadikin mengeluarkan kebijakan untuk menghapus oplet dari Ibukota. Oplet digantikan dengan angkutan yang lebih modern yang diberi nama “Mikrolet.” Konon, nama Mikrolet diambil dari gabungan dua kata, yakni ‘mikro’ yang berarti kecil dan ‘let’ yang merupakan akhiran nama oplet. Upacara pelepasan mikrolet untuk menggantikan oplet digelar di Monas pada September 1980. Saat itu, suasana upacara berlangsung haru. Berpisah dengan oplet berarti berpisah dengan kenangan Jakarta tempo dulu. “Riwayat oplet tumbuh dalam proses perjuangan,” tulis Tjokropranolo dalam buku ‘Burung-burung di Bundaran HI’, Cetakan I Jakarta: Terbitan Kompas, 2006.
OPLET Di Jl Salemba
Oplet dibuat dari mobil sedan merk MORRIS buatan Inggris. Selain itu, ada juga mobil merek AUSTIN. Maka jangan heran kalau orang Betawi lebih suka menyebut ostin, bukan oplet. Pabrik karoseri untuk memodifikasi oplet, pada masa lalu ada di Meester Camelis. Dalam modifikasinya bagian oplet dibagi dua. Bagian pertama untuk sopir dengan pintu samping dan penumpang satu orang. Kedua untuk penumpang di belakang. Lantai oplet untuk penumpang terbuat dari kayu, atap terbuat dari seng dengan rangka kayu. Jendela dari kayu dengan bentang plastik yang dapat dinaik-turunkan. Tangki bensin ada di bagian dalam, di antara kaki-kaki penumpang.
Oplet memiliki lampu sein yang sangat unik, berada di luar sisi kanan dan kiri. Kalau akan berbelok ke kanan, maka tongkat kecil berwarna kuning akan naik seperti portal. Begitu juga yang sebelah kiri. Klakson oplet juga unik karena berada di bagian luar. Memakainya harus dipencet-pencet karena terbuat dari karet. Bunyinya teot..teot seperti mainan anak-anak. Umumnya, oplet bisa mengangkut 10 penumpang.
Apabila penumpang ingin menyewa oplet, maka dipakai sistem borongan. Artinya, hanya ada satu orang (penyewa saja) yang naik oplet sehingga tidak boleh mengangkut penumpang lain. Sopir oplet harus memberi uang rokok kepada pelindung pangkalan atau anak muda yang minta uang, agar trayeknya aman. Popularitas oplet kembali terangkat tahun 1990-an sejak munculnya sinetron ‘Si Doel Anak Sekolahan` di stasiun televisi RCTI. Si Doel yang asli Betawi memiliki oplet sebagai mata pencahariannya.
Namun, faktor usia menjadi kendala bagi kelangsungan hidup Oplet di Jakarta. Saking tuanya, oplet yang sudah tidak bisa jalan dimodifikasi dan diganti onderdilnya dengan onderdil kendaraan lain. Hal itu membuat Gubernur DKI saat itu, Tjokropranolo (1977-1982) mengambil sikap. Tjokropranolo yang menjabat sebagai gubernur DKI setelah Ali Sadikin mengeluarkan kebijakan untuk menghapus oplet dari Ibukota. Oplet digantikan dengan angkutan yang lebih modern yang diberi nama “Mikrolet.” Konon, nama Mikrolet diambil dari gabungan dua kata, yakni ‘mikro’ yang berarti kecil dan ‘let’ yang merupakan akhiran nama oplet. Upacara pelepasan mikrolet untuk menggantikan oplet digelar di Monas pada September 1980. Saat itu, suasana upacara berlangsung haru. Berpisah dengan oplet berarti berpisah dengan kenangan Jakarta tempo dulu. “Riwayat oplet tumbuh dalam proses perjuangan,” tulis Tjokropranolo dalam buku ‘Burung-burung di Bundaran HI’, Cetakan I Jakarta: Terbitan Kompas, 2006.
Next
« Prev Post Previous
Next Post »
« Prev Post Previous
Next Post »
Note: Only a member of this blog may post a comment.